FORSITU Perdana Tahun Ajaran 2024 untuk Semua Orang Tua Wali Murid SD IT Hidayatullah Sleman


Di antara pendukung keberhasilan proses pendidikan ialah orang tua yang berkomitmen, guru yang berdedikasi, dan murid yang bersungguh-sungguh. Hampir seluruh tempat pendidikan memerlukan keterlibatan orang tua atau wali dalam proses pendidikan peserta didiknya. Di SD IT Hidayatullah Sleman, orang tua dan wali murid berkumpul dalam FORSITU.

Forum Silaturahmi Orang Tua merupakan tempat orang tua bertemu, berkomunikasi, beramah tamah, dan berkeluh kesah dengan guru. Komunikasi yang dibangun tidak hanya orang tua ke guru namun juga guru ke orang tua. Ada banyak hal bisa didiskusikan antara orang tua dengan guru terkait perkembangan pendidikan ananda.

Pertemuan Forsitu biasanya diadakan rutin dalam forum besar yang menghadirkan seluruh orang tua dan wali murid dari kelas satu sampai kelas enam setiap awal semester. Selain itu ada jadwal-jadwal pertemuan per kelas yang waktu dan tempatnya dikelola oleh pengurus Forsitu di kelas tersebut. Forsitu besar pertama Tahun Ajaran 2024/ 2025 diselenggarakan oleh SD IT Hidayatullah Sleman pada hari Sabtu 27 Juli 2024 di halaman sekolah yang dilanjutkan dengan pertemuan Forsitu di masing-masing kelas.

Wali murid kelas satu sampai kelas lima, termasuk kelas Amanah memadati halaman SD IT Hidayatullah Sleman. Halaman sekolah dipilih sebagai tempat pertemuan karena aula dan masjid yang biasanya digunakan dirasa tidak mampu menampung antusias orang tua yang ingin hadir dalam pertemuan Forsitu. Pada kesempatan itu wali murid kelas enam tidak turut hadir karena akan dipertemukan dalam forum tersendiri. Banyak hal khusus untuk kelas enam yang perlu didiskusikan dalam forum yang lebih intens.

Hadir sebagai narasumber, ustadz Abdullah Munir ketua DPW Hidayatullah DIY dan Jawa Tengah bagian selatan yang menyampaikan taushiyah mengenai kiat-kiat menuntut ilmu. Setelah Kepala Sekolah SD IT Hidayatullah Sleman ustadz Muhammad Haris menyampaikan pesan-pesan dan informasi dari sekolah, Ketua Komite Sekolah juga berkesempatan untuk memberikan penyelarasan peran antara Sekolah, Forsitu, dan Komite Sekolah.

"Forsitu setiap kelas memiliki perwakilan di kepengurusan Komite Sekolah. Jangan sungkan menyampaikan masalah atau unek-unek apapun kepada mereka. Bapak Ibu yang menjadi perwakilan Komite Sekolah dari Forsitu juga harus memperhatikan semua orang tua yang ada di kelasnya. Jangan sampai ada yang mengalami kesulitan-kesulitan tapi kita tidak tahu. Semua itu agar bisa kita carikan solusinya bersama-sama." kurang lebih begitu tutur bapak Hersona Bangun.

Gotong royong kerjasama antara orang tua, Sekolah, dan Komite Sekolah yang terjalin semoga bisa terus berjalan dengan baik untuk mewujudkan generasi bertauhid, unggul dan berkarakter melalui SD IT Hidayatullah Sleman.

Reporter: Afn/ Akh
Foto: Afn


MEMILIH SEKOLAH BERBASIS TAUHID

Tahun ajaran baru segera tiba. Sudahkah ananda didaftarkan di sekolah terbaik? Ya, ukuran terbaik akhirnya pasti kembali pada terbaik menurut Allah. Biasanya kita akan merasa mantap bahwa yang kita pilih memang pilihan terbaik setelah kita melakukan shalat dan doa istikharah.

Boleh jadi setelah membanding-bandingkan kita lalu menemukan sekolah yang menurut kita terbaik, namun belum tentu itu yang terbaik menurut Allah. Lalu bagaimana? Lakukan dua langkah sederhana ini: musyawarah dan istikharah.

Musyawarah berarti menggunakan segala daya upaya manusiawi kita untuk menemukan pilihan terbaik. Termasuk di dalamnya mencari informasi, mengolah, menguji, membandingkan, menyimulasikan, mendiskusikan dengan orang yang bisa diajak berdiskusi, dan sebagainya. Dalam hal ini mungkin kita perlu "kriteria baik" menurut ukuran kita sendiri.

Istikharah artinya menyerahkan segala pilihan pada Allah. Kita minta dipilihkan yang terbaik untuk kita, untuk ananda, untuk agamanya, penghidupannya, akibat dari kesudahannya, untuk masa depan dunia dan akhiratnya, dan seterusnya. Tak lupa kita juga minta pada Allah agar dijauhkan dari yang sebaliknya.

Sekalipun kita sudah mantap dengan satu pilihan, tetaplah melakukan istikharah agar pilihan itu tidak disandarkan pada akal apalagi hawa nafsu kita namun sepenuhnya disandarkan pada Allah.

"Duh Allah, dalem sampun matur. Dalam nyuwun tekdir ingkang sae, gampil, lan mberkahi. Menawi mboten sae miterat ilmu paduka, dalem nyuwun dipun tebihaken saking tekdir menika lajeng paduka paring gantos ingkang langkung sae lan mugi-mugi dalem pikantuk ridha."

Bismillah. Izinkan kami menjadi salah satu pilihan baik itu. Yayasan As Sakinah Yogyakarta yang beralamat di Jalan Palagan Tentara Pelajar km 14,5 Balong Donoharjo Ngaglik Sleman menghadirkan pendidikan integral berbasis tauhid melalui sekolah-sekolah berikut ini:

1️⃣ TPA/ KB/ TK Yaa Bunayya 1 & 2
https://www.tkyaabunayya.com/

2️⃣ SD IT Hidayatullah Sleman
https://www.sdithidayatullah.net/

3️⃣ Pesantren (MTs/ MA) Hidayatullah Yogyakarta
https://ibshidayatullah.sch.id/

Apa itu pendidikan integral berbasis tauhid? Secara ringkas, yang dimaksud integral ialah menyeimbangkan aspek rohani, akal, dan jasmani yang dipandang sebagai suatu kesatuan utuh dalam proses pendidikan dan berkehidupan.

Sedangkan berbasis tauhid maksudnya menjadikan Allah subhanahu wata’ala sebagai satu-satunya sumber ilmu, sumber segala sumber. Dia-lah yang memberi ilmu, menetapkan metode berilmu serta memfokuskan arah tujuan pemanfaatan ilmu itu. Asas tauhid merupakan landasan, jiwa, dan sekaligus orientasi pendidikan di sekolah-sekolah Hidayatullah.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai Sekolah Hidayatullah di bawah Yayasan As Sakinah Yogyakarta Bapak/ Ibu/ Ananda bisa menghubungi WhatsApp 081214141718 atau silakan mengunjungi website masing-masing sekolah yang tertera di atas.

Semoga ananda dan anak keturunannya terus dipertemukan dengan guru-guru yang mampu membukakan pintu untuk memahami ilmu Allah, hingga bisa mengamalkannya, mengajarkannya, memanfaatkannya, mengembangkannya dan menyebarluaskannya. Insyaallah.

Pertimbangan Memilih Sekolah Dasar

SDIT Hidayatullah, salah satu sekolah islam terbaik di Sleman


Anda sedang bingung memilihkan sekolah Islam terbaik di Sleman untuk anak-anak Anda? Manakah sekolah dasar islam paling direkomendasikan di Sleman? Banyak sekali sekolah islam berdiri, apa yang perlu kita pertimbangkan saat memilihkan sekolah untuk anak-anak kita? Sekolah dasar yang cocok untuk kita pilih sebenarnya yang seperti apa?


Sekolah dasar menjadi anak tangga pertama anak-anak menempuh pendidikan formal. Sekalipun semakin marak homeschooling dan sudah lebih dari satu tahun sekolahan tidak bisa menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, tetap penting bagi orang tua memilih sekolah sebagai partner mendidik anak. Bagaimanapun juga sekolah telah berpengalaman mendidik sekian banyak generasi dibandingkan kita sebagai orang tua.


Sekolah seperti apa yang sebaiknya kita pilih? Enam tahun belajar di bangku sekolah dasar bukanlah waktu yang singkat. Banyak hal bisa didapat oleh anak-anak kita tapi juga ada banyak hal bisa terlewat selama waktu pendidikan itu.


Berikut ini beberapa pertimbangan yang penting untuk menentukan sekolah ananda.


1. Visi dan misi sekolah

Visi dan misi sekolah sangat penting menjadi pertimbangan. Sekolah yang memiliki visi selaras dengan visi orang tua akan lebih cocok dipilih dibandingkan sekolah dengan visi yang berbeda. Bagaimana mungkin kita menginginkan anak kita berjalan ke utara jika kita menyekolahkan mereka di sekolah yang mengajak berjalan ke arah selatan.


2. Komitmen dan dedikasi guru

Sebuah ungkapan menyatakan bahwa keberadaan guru lebih penting daripada metode pengajaran. Yang jauh lebih penting dari sekedar keberadaan guru adalah ruh dan jiwa guru itu sendiri. Sebaik apapun visi, misi, kurikulum, kegiatan, target lulusan, dan apapun yang tertulis di dalam dokumen akreditasi sekolah, semua itu tidak bermakna sama sekali tanpa guru-guru yang berdedikasi. Dari mana kita mengetahui kadar dedikasi mereka? Saat berkunjung ke sekolah coba berbincang ringan dengan pegawai-pegawai non akademik seperti tata usaha, satpam, pekarya, dan sebagainya. Jika kita bisa merasakan semangat dan antusias mereka meladeni pertanyaan-pertanyaan kita, barangkali sekolah itu cocok bagi anak kita.


3. Lama berdirinya sekolah

Bukan berarti mengesampingkan kualitas sekolah-sekolah yang baru berdiri, bisa bertahannya sekolah dalam jangka waktu lama bisa menunjukkan kualitas sekolah tersebut. Sebagus apapun konsep yang diusung sekolah-sekolah baru, sekolah-sekolah lama masih menang pengalaman. Sebuah hipotesis menyebutkan bahwa sekolah yang baru berdiri akan mengalami penurunan kinerja setelah sepuluh tahun. Jika sebuah sekolah mampu melewati masa itu, pertimbangkan sekolah itu untuk dipilih.


4. Profil alumni

Semakin banyak alumni yang lulus maka semakin bisa dibaca kualitas sebuah sekolahan. Sekolah tidak perlu memasang foto alumni berprestasi untuk menunjukkan kualitas proses pendidikan mereka. Masyarakat bisa menilai sekolah dari para alumni yang beredar di masyarakat, sekalipun tidak semua alumni berprestasi, dari mereka akan terbaca pola sekolah dalam mendidik anak.


5. Biaya pendidikan

"Jer basuki mawa beya"

Sesuatu yang berharga itu ada harganya. Jika kita memilih sekolah hanya berdasarkan murahnya, jangan banyak berharap selain mendapatkan kemurahannya. Para ulama bahkan menjual atap rumah, baju, dan apapun demi membeli kertas untuk menulis, demi mendatangi guru, demi menginap di rumah guru, demi ilmu. Guru sejati tak pernah meminta upeti, murid sejati tak pernah tak berbakti. Sekalipun begitu, jangan juga hanya memilih sekolah karena mahalnya. Mahal murah suatu sekolah tidak serta merta menunjukkan kualitas, bisa jadi hal tersebut hanya menunjukkan segmen pasar yang ditargetkan oleh sekolah.


6. Jarak lokasi sekolahan dengan rumah

Sekalipun jarak tak lagi jadi kendala di zaman sekarang, tentu kita tak ingin mengalami kesulitan dalam mengantarkan anak-anak kita bertemu guru mereka. Pendidikan bukan hanya mentransfer ilmu. Jika hanya itu, mesin telusur di internet mungkin jauh lebih berilmu. Apabila kita tetap ingin menyekolahkan anak kita di tempat yang jauh, pertimbangkanlah sekolah berasrama agar ilmu mereka tidak tercecer di jalan.


7. Kabar miring

Sebagaimana kita perlu mencari ulasan pembeli saat belanja di toko online, cobalah mengecek kabar-kabar miring yang beredar tentang sekolah yang sedang kita amati. Selain sebagai bentuk kewaspadaan, mengonfirmasi kabar tersebut kepada pihak sekolah akan lebih menenangkan kita. Semoga bukan mencari aib yang sedang kita lakukan karena kita akan bekerjasama dengan pihak lain terkait masa depan anak kita. Sudah menjadi kewajaran ketika kita perlu memastikan semuanya clear.


Semoga tulisan mengenai beberapa pertimbangan memilih sekolah dasar ini bermanfaat. Perlu diingat, sebaik apapun kualitas sekolah yang kita pilihkan untuk anak-anak kita, tak akan banyak berguna jika anak-anak tidak mendapat sentuhan langsung dari orang tua dalam proses pendidikan mereka.

Tugas Kita Sebelum Anak Mumayyiz


Oleh: Mohammad Fauzil Adhim, S.Psi.

APA pentingnya masa mumayyiz? Ia sangat menentukan arah perkembangan anak-anak kita saat memasuki ‘aqil baligh, apa mereka akan menjadi pemuda yang memiliki arah hidup nan jelas dan kokoh serta berkomitmen terhadapnya, ataukah menjadi remaja yang mudah terombang-ambing sehingga banyak menyita waktu, tenaga, pikiran dan perhatian orangtua disebabkan kerentanannya terhadap masalah.

Info Murid Baru SDIT Hidayatullah Tahun 2021/2022 >> KLIK DI SINI 

Begitu ‘aqil baligh, anak seharusnya menjadi seorang fatan yakni remaja atau pemuda dengan arah hidup yang jelas, berani bersikap, tidak ragu menyuarakan kebenaran serta mempunyai pendirian yang kokoh. Ia memiliki komitmen yang  kuat, tak takut menunjukkan sikapnya meskipun tak ada yang berpihak kepada apa yang diyakininya. Ini merupakan sebaik-baik masa sehingga mereka tampil sebagai sosok asyudda  dimana berbagai kebaikan berada pada puncaknya. Tetapi jika mereka tidak kita siapkan dengan baik,  masa-masa ini justru menjadi cabang kegilaan ketika tindakan ngawur, melanggar hukum, akhlak yang rusak dan berbagai hal menyimpang lainnya justru tampil menonjol dalam diri mereka.

Fatan  juga memiliki kandungan makna mudah menerima kebenaran, cenderung kepada apa yang benar. Ini dekat sekali dengan taqwa. Mudah menerima kebenaran berarti anak memiliki kesiapan untuk menyambutnya. Bukan mudah ikut-ikutan dimana anak mudah terpengaruh oleh kebaikan maupun keburukan.

Lalu apa yang perlu kita lakukan agar masa muda anak-anak kita tidak menjadi masa penuh gejolak, terombang-ambing, berontak, lari dari orangtua dan hal-hal buruk yang semisal itu? Menyiapkannya agar mereka memiliki arah yang jelas, komitmen yang kuat serta identitas diri yang matang. Kapan kita melakukannya? Yang paling penting adalah masa-masa sebelum mumayyiz untuk mempersiapkan mereka agar benar-benar memiliki tamyiz yang kuat dan baik tepat pada waktunya. Agama kita, Islam, menuntut kita agar anak-anak mencapai tamyiz (selambatnya) di usia 7 tahun. Di usia inilah kita mulai dapat memerintahkan anak mengerjakan shalat.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَلاَةِ إذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ وَ إذا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا

“Perintahkanlah anakmu shalat apabila mereka telah berumur tujuh tahun. Dan jika mereka telah berusia sepuluh tahun, pukullah mereka (jika tidak shalat).” (Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Ad-Darimi, dll).

Apa konsekuensi perintah ini? Pertama, menyiapkan anak agar sebelum usia 7 tahun telah memiliki kecintaan terhadap apa yang akan diperintahkan, yakni shalat. Cinta itu berbeda dengan kebiasaan. Anak yang terbiasa melakukan setiap hari boleh jadi tidak mencintai sama sekali. Kedua, perintah Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam kepada kita adalah perintah untuk memerintah. Ini menunjukkan bahwa pada kalimat perintah ada kebaikan. Karena itu kita perlu mengilmui. Ketiga, menyiapkan anak agar memiliki bekal yang cukup sehingga ketika usia 10 tahun tidak mengerjakan shalat, anak memang telah dapat dikenai hukuman. Apa yang menyebabkan seseorang dapat dikenai hukuman? Apabila ia telah memiliki ilmu yang terkait dengannya.

Secara ringkas, berikut ini yang perlu kita lakukan pada anak-anak sebelum mereka mumayyiz. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menolong kita.

Baca:  Awas! Usianya Sudah 10 Tahun –

Menanamkan Kecintaan terhadap Kebaikan

Apakah cinta itu? Bertemunya tiga hal, yakni meyakini sebagai kebaikan, kemauan yang kuat terhadapnya serta komitmen yang besar. Meyakini sebagai kebaikan akan melahirkan kebanggaan terhadapnya, bukan membanggakan diri sendiri, sehingga orang bersemangat terhadapnya, baik membicarakan maupun melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.

Inilah yang perlu kita tanamkan pada anak-anak sebelum mumayyiz. Kita tanamkan cinta pada diri mereka terhadap kebaikan, khususnya berkait dengan ibadah. Kita kobarkan cinta mereka dengan membangun keyakinan bahwa syariat ini sempurna dan pasti baik. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kalamuLlah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Muhammad ﷺ. Berbahagialah yang dapat memperoleh petunjuk dari keduanya.

Satu hal yang perlu kita ingat, keyakinan sangat berbeda dengan pengetahuan dan pemahaman, sebagaimana cinta tidak sama dengan terbiasa. Bahkan terbiasa melakukan tidak serta merta membentuk kebiasaan (habit). Betapa banyak anak-anak yang telah terbiasa melakukan praktek ibadah, bahkan sebelum waktunya. Tetapi ketika telah tiba masanya untuk bersemangat, gairah mengerjakannya seolah padam.

Apa yang menumbuhkan kecintaan? Bercermin pada riwayat shahih yang sampai kepada kita, di antara jalan untuk menumbuhkan kecintaan kepada ibadah itu ialah, memberi pengalaman berharga dan mengesankan pada diri anak-anak. Tengoklah, betapa senangnya cucu Rasulullah ﷺ menaiki leher kakeknya tatkala sedang shalat; betapa Umamah binti Zainab digendong oleh Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam sembari tetap melaksanakan shalat. Dan dua kisah ini hanyalah sekedar contoh di antara berbagai contoh lainnya.

Sebagian orang tergesa-gesa sehingga menyuruh anak shalat sebelum usia tujuh tahun. Bahkan ada yang melampaui batas, yakni mewajibkan anak shalat Dhuha yang bagi orang dewasa saja sunnah. Alasannya? Menumbuhkan kebiasaan. Padahal kebiasaan tanpa kecintaan akan kering dan mudah pudar.

Tak jarang, orangtua maupun pendidik memaksa anak mengerjakan shalat, termasuk shalat sunnah, sebelum mumayyiz. Padahal pemaksaan itu, baik secara halus maupun kasar, justru dapat menimbulkan karahah (kebencian) yang bentuk ringannya adalah malas, enggan.

Baca:  Tiga Fase Usia dalam Hidup Kita

Menumbuhkan Tamyiz

Apakah yang dimaksud dengan tamyiz? Banyak penjelasan, tetapi pada pokoknya adalah kemampuan membedakan, dalam hal ini membedakan benar dan salah serta baik dan buruk dengan akalnya. Mampu membedakan sangat berbeda dengan mengetahui perbedaan. Mampu membedakan menunjukkan adanya pengerahan kemampuan berpikir untuk menentukan nilai atau kedudukan sesuatu.

Apa yang kita perlukan untuk berpikir? Sekurang-kurangnya ada dua hal, yakni menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya untuk menilai sesuatu serta mendayagunakan akal untuk menemukan prinsip-prinsip.

Rumit? Sebagaimana pengetahuan, kemampuan berpikir juga bertingkat-tingkat. Kemampuan tamyiz seseorang juga demikian. Tetapi jika tidak kita persiapkan maka anak tidak akan memilikinya, kecuali sangat terbatas, meskipun usia sudah 10 tahun dan bahkan lebih. Maka ada orang yang usianya sudah dewasa, tetapi ia termasuk ghair mumayyiz (orang yang tidak memiliki tamyiz).

Jadi, apa yang perlu kita berikan kepada anak? Pertama, keyakinan berlandaskan ilmu tentang kebenaran dan kebaikan. Kedua, kemauan kepada agama, kebaikan dan ilmu. Ketiga, merangsang kemampuan anak untuk berpikir sehingga mampu membedakan benar dan salah serta baik dan buruk dengan akalnya. Ini secara bertahap kita arahkan untuk mulai belajar menilai mana yang penting dan mana yang tidak penting.

Satu hal lagi, disebut tamyiz apabila ia mengenal (‘arafah) kebenaran dan kebaikan. Kata ‘arafah menunjukkan bahwa unsurnya bukan hanya mengetahui, melainkan ada idrak (kesadaran yang menggerakkan kemauan) terhadapnya.

Nah. Inilah yang sangat penting. Inilah tugas kita, para orangtua maupun guru TK untuk menyiapkannya.*

Mohammad Fauzil Adhim, S.Psi., Penulis buku buku parenting

Sumber : www.hidayatullah.com

Saatnya Bergerak

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim⁣
Waktu kalian sangat pendek. Hidup di dunia ini hanya sebentar. Tidak ada pilihan bagi kita kecuali berusaha menjadi mukmin yang kuat, sebab mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih Allah cintai. Kalau kemudian ada di antara kita yang tak mampu meraihnya, tetapi kita sudah berusaha dengan gigih tak kenal lelah, maka selagi iman masih di dada, sungguh masing-masing berada dalam kebaikan. Allah Jalla wa ‘Ala mencintai mukmin yang kuat maupun mukmin yang lemah.⁣
Mukmin. Maka jadilah kalian orang beriman. Jangan tinggalkan iman ini dalam keadaan apa pun dan mohonlah terus-menerus kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar dikarunai kekuatan iman. Tidak berbelok sesudah mendapatkan petunjuk.⁣
Rasulullah ﷺ bersabda:⁣
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ⁣
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai daripada seorang mukmin yang lemah, dan masing-masing berada dalam kebaikan. Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu katakan: ‘Seandainya aku berbuat demikian, pastilah akan demikian dan demikian’ Akan tetapi katakanlah: ‘Qaddarullah wa maa syaa fa’ala (Allah telah mentakdirkan hal ini dan apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi)’. Sesungguhnya perkataan ‘Seandainya’ membuka pintu perbuatan setan.” (HR. Ahmad 9026, Muslim 6945, dan yang lainnya).⁣
Perhatikanlah jalan yang harus kita tempuh agar menjadi mukmin yang kuat. Sesungguhnya, tidaklah Rasulullah ﷺ berbicara kecuali senantiasa dalam bimbingan Allah ‘Azza wa Jalla. Maka perhatikanlah dengan sungguh-sungguh, kuatkan dalam dirimu:⁣
• Hirsh ‘Ala Manfa’ah – Kesungguhan, semangat menyala-nyala terhadap segala hal, sekali lagi segala hal, yang bermanfaat. Karena itulah di masa lalu kita mendapati orang-orang shalih yang sangat ahli dalam beragam bidang. Apa kuncinya? Mereka tidak menghabiskan umur untuk bertanya apa bakatku, tetapi mereka mengerahkan tenaga dan perhatian, bersungguh-sungguh terhadap segala yang bermanfaat bagi kehidupan dan akhiratnya.⁣
• Isti’anah. – Mintalah pertolongan hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Perhatikan, apa yang Rasulullah ﷺ perintahkan sesudah menyuruh kalian bersungguh-sungguh terhadap segala hal yang bermanfaat bagi kalian? وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ. Mintalah pertolongan hanya kepada Allah. Sombong orang yang merasa cukup dengan usahanya, lalu tidak mau berdo’a meminta pertolongan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.⁣
• Iradah ilal Khair – Kehendak yang kuat kepada kebaikan. Sungguh himmah yang tinggi, kehendak kuat kepada kebaikan dan kemuliaan yang sangat besar diiringi hawa nafsu yang khusyuk tunduk merupakan pintu segala akhlak mulia.⁣
• Tidak Merasa Lemah, Sial, Apes – Kata Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam: “وَلاَ تَعْجِزْ.” Sungguh, cara berjalan seseorang yang tidak sempurna, buta warna atau berbagai hal yang disebut manusia sebagai kekurangan, bukanlah sebab keburukan.⁣
• Imani dan Ridha Kepada Takdir. Bukan membiarkan diri kalian tenggelam kepada masa lalu dengan mengatakan “لَوْ”, sebab ini merupakan pembuka ‘amalan syathan.⁣
Jadi, apa pun yang terjadi, bergeraklah ke masa depan. Tataplah dengan tajam. Kerahkan upaya dengan sungguh-sungguh, sementara pada saat yang sama kalian meminta pertolongan sepenuh harapan kepada Allah Jalla wa ‘Alaa.⁣
Inilah jalan untuk membangkitkan himmah –tekad kuat beriring semangat menyala untuk suatu tujuan yang jelas. Himmah yang tinggi (himmah ‘aliyah) dan niat yang shahih itulah yang akan mengantarkan kalian meraih cita-cita, sebagaimana nasehat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Fawaidul Fawaid:⁣
المطلب الأعلى موقوف حصوله على همة عالية ونية صحيحة⁣
“Cita-cita yang tinggi tergantung kepada himmah 'aliyah (motivasi yang tinggi, luhur) dan niyyah shahihah (niat yang shahih)."⁣
Dan kalian tidak akan sampai kepada niat yang shahih kecuali dengan memperbaiki iman kalian dan berbuat kebajikan kepada kedua orangtua kalian karena ingin meraih ridha Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya do’a yang tidak ada penghalang antara dirinya dengan Allah Ta’ala adalah do’a orangtua untuk anaknya.⁣
Maka jagalah ucapan kalian, perbaiki akhlak kalian kepada kedua orangtua dan berusahalah untuk senantiasa mentaati mereka selama tidak melanggar larangan Allah ‘Azza wa Jalla.⁣
Selanjutnya, jagalah himmah kalian dengan tidak memperbuat perusak-perusaknya. Apa perusaknya yang paling besar? Banyak bicara yang remeh-temeh, tidak bermanfaat dan tidak menambah kebaikan apa pun.⁣
Hindari pula menjadi musafsaf. Siapa itu? Salah satu golongan yang dibenci Allah. Seperti apa musafsaf itu? Ada dua macam. Pertama, orang yang setiap hari banyak menghabiskan umurnya untuk hal-hal yang remeh-temeh, receh-receh; senang membicarakan yang receh-receh; أتباعُ كلِّ ناعقٍ (mengikuti setiap yang teriak, setiap yang viral meskipun sangat tidak ada manfaatnya). Kedua, orang yang menampakkan diri seolah-olah hebat, mengesankan sangat kaya padahal tidak, mengesankan jadi orang terpandang, padahal tidak.⁣
Terakhir, kepada Ayah Bunda, sepenat apa pun, jagalah agar tidak pernah berucap serampangan terhadap anak-anak yang akan menggenggam negeri ini 20 – 30 tahun yang akan datang. Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:⁣
لا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا تُوَافِقُوا مِنْ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ⁣
“Jangan kalian mendo’akan keburukan atas diri kalian. Jangan kalian mendo’akan keburukan atas anak-anak kalian. Jangan kalian mendo’akan keburukan atas harta kalian. Jangan sampai kalian menepati suatu waktu yang pada waktu itu Allah subhanahu wa ta’ala diminta sesuatu lantas Dia kabulkan bagi kalian.” (HR. Muslim).⁣
Catatan:⁣
Pesan akhir tahun ajaran untuk murid-murid SDIT Hidayatullah Sleman, Yogyakarta pagi ini, in sya Allah.

Memuji Tapi Tak Mendengarkan

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Bukan telinga kita yang hilang, bukan pula pendengaran. Dua telinga Allah Ta’ala berikan dan keduanya memiliki ketajaman menangkap suara dengan baik. Pendengaran berfungsi normal. Tidak jarang sedemikian tajam. HP yang sedang mode sunyi diletakkan di lantai, saat bergetar pun dengan sigap kita menangkapnya. Bukan karena merasakan getarnya, tetapi karena ada suara yang cepat tertangkap telinga.

Apakah yang terjadi pada diri kita? Suara motor berubah sedikit saja, segera gelisah hati kita karena khawatir ada masalah di sana. Begitu pula saat pintu mobil tak tertutup rapat saat kita mengemudi, telinga kita segera menangkap keanehan suara. Kita segera tahu karena begitu dekat dan penuh perhatian, sehingga merasa tidak mengkhususkan diri untuk mendengarkan pun, kita segera mengenalinya. Tetapi alangkah banyak anak yang tidak betah berbincang dengan kita sebab kita pun tak sabar mendengarkan penuturan mereka. Kita mendengar, tetapi bukan mendengarkan.
KLIK DI SINI : INFO MURID BARU 2020/2021

Bersebab tidak adanya kesabaran itulah maka kita tidak betah berlama-lama membiarkan mereka bertutur berbagi cerita. Baru saja ia mengungkapkan isi hati, buru-buru kita berpanjang-panjang menasehati. Baru saja anak bercerita, panjang lebar kita berkhotbah. Sementara ketika anak berbagi gagasan, bukan rasa antusiasme yang kita tunjukkan, tetapi hujan pujian yang kita berikan. Padahal saat anak membicarakan gagasan, bahkan sekedar cerita, yang ia perlukan adalah telinga yang mau bersungguh-sungguh mendengarkan. Bukan pujian. Apalagi pujian tergesa-gesa. Tidak tulus pula.


Malu rasanya mengingat akhlak Atha’ bin Abi Rabah, seorang ulama besar dari kalangan tabi’in. Ia seorang ahli tafsir, ahli fiqih dan perawi hadis. Tetapi tengoklah bagaimana akhlaknya saat mendengarkan penuturan orang muda. Atha' bin Abi Rabah rahimahuLlah berkata, “Ada seseorang laki-laki menceritakan kepadaku suatu cerita, maka aku diam untuk benar-benar mendengarkannya seolah-olah aku tidak pernah mendengar cerita itu. Padahal sungguh aku pernah mendengar cerita itu sebelum ia dilahirkan.”

Inilah nasehat Atha’ bin Abi Rabah rahimahuLlah kepada murid-muridnya dan kepada kita semua; nasehat yang ditunjukkan dengan memberi contoh. Betapa bersemangatnya kita apabila saat bertutur disambut dengan kegairahan mendengarkan, seakan-akan apa yang kita tuturkan merupakan sesuatu yang baru dan sangat berharga. Betapa besar hati anak-anak kita kalau orangtua mempunyai telinga yang sempurna; berfungsi pendengarannya, berfungsi pula hati orangtua untuk mendengarkan sepenuh semangat, sepenuh kesungguhan.

Jika anak-anak tidak mendapati orang yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian dan semangat, maka kemanakah anak-anak itu harus pergi untuk menemukan orang yang mau menyambut cerita dan gagasannya? Padahal tatkala anak didengarkan dengan baik, saat itulah ia lebih mudah menerima nasehat. Dan sebaik-baik nasehat adalah yang ringkas, padat, penuh makna.

Seperti pil, nasehat untuk anak itu hendaknya tidak berpanjang-panjang sampai-sampai anak tak kuat mendengarnya. Padahal mendengar belum tentu mendengarkan. Perbanyak “airnya” agar anak mudah menelan dan mencernanya dengan baik.


Mohammad Fauzil Adhim, S.Psi., Penulis Buku-buku Parenting
Sumber Fans Page Mohammad Fauzil Adhim

Siapkan Telinga untuk Anak Kita

Oleh : Mohammad Fauzil Adhim

Seperti kudapan yang menggoda selera, sedikitnya tak mengenyangkan, banyaknya tak memuaskan. Maka mata yang lapar tak henti menatap layar dengan pandangan nanar, memantau perubahan-perubahan tak berarti tiap sebentar, seakan begitu pentingnya. Sementara anak yang semenjak tadi menanti sapaan, sampai tertidur pulas di sudut kamar dengan memegangi boneka yang meskipun tak dapat berbicara, tetapi selalu bersedia untuk menemaninya menjemput mimpi di pembaringan maupun "mimpi" saat terjaga. Kadang tipis sekali perbedaan antara tidur dan terjaga, karena banyak orangtua yang sama-sama tak memberikan waktu maupun telinganya untuk mendengarkan (bahkan sekedar mendengar) pengalaman berharga dari Sang Buah Hati selama berada di sekolah semenjak pagi hingga petang hari.
KLIK DI SINI : Info Murid Baru 2020/2021
Sebagian kudapan itu sedikitnya mengenyangkan, sehingga merasa tak perlu lagi asupan gizi untuk menegakkan punggung. Serupa itu pula ketika kita memuaskan diri menuntut ilmu hanya dari status media sosial. Merasa telah kenyang, bahkan kekenyangan ilmu, padahal kecukupan gizinya masih jauh dari kata cukup. Tetapi jiwa yang merasa kenyang oleh kudapan "ilmu" segera merasa telah menguasai apa saja sehingga memudahkan setiap yang kekenyangan oleh kudapan media sosial itu untuk mengomentari apa saja seumpama pakar, bahkan untuk bidang yang ia paling awam terhadapnya. Berbekal mendengar beberapa potongan video dan broadcast yang sedang viral, tiba-tiba saja begitu mudah diri ini tampil vokal. Sigap sekali mengomentari apa saja, sementara anak-anak yang kelelahan menanti tulusnya perhatian mulai belajar bahwa yang paling sabar memberinya tanggapan adalah gawai seperti yang dipegang bapak ibunya. Gawai yang apabila anak salah mengetik, tak pernah mencela. Hanya menunjukkan "mungkin yang kamu maksud adalah....".

Di atas angkasa aku termangu. Pikiranku melayang mengingat ibuku yang dulu senantiasa sigap datang menyambut tiap aku datang, lalu menunjukkan perhatiannya seolah di dunia ini hanya aku yang perlu ia dengarkan sepenuh perhatian. Airmataku jatuh mengingat anakku satu per satu. Alangkah jauh diriku sebagai orangtua dengan nenek mereka, bahkan sebelum nenek mereka menjadi nenek.

Anak-anak tak akan risau mencari gawai andai saja kedua telinga kita masih berfungsi dengan baik, masih terhubung dengan hati, saat kita berada di antara anak-anak kita. Kalau saja komunikasi yang hangat benar-benar mereka rasakan saat berdekatan dengan kita, maka mereka akan lebih suka berbicara dengan ibunya daripada dengan dunia maya.

Gawai itu alat komunikasi. Tetapi apalah artinya jika tak ada komunikasi insani justru saat memegang gawai.

Di atas angkasa Jakarta - Jogja, 17 November 2019
Mohammad Fauzil Adhim, Guru dan Motivator

Pesantren Hidayatullah Yogyakarta Adakan Seminar Parenting dan Deklarasi Keluarga Cerdas ber-Media


www.sdithidayatullah.net | (Ahad, 14 Jumadil Ula 1440 H/20 Januari 2019 M) Bertempat di Gedung Serbaguna Pesantren Hidayatullah Yogyakarta, Seminar Parenting Keluarga Cerdas ber-Media (KCM) dan Deklarasi Komunitas Gerakan KCM sukses dilaksanakan hari ini. Hadir sebagai narasumber Ustadz Mohammad Fauzil Adhim (Pakar Parenting Dan Konsultan Sekolah Integral Hidayatullah Jogja), Ustadz Muhammad Syakir Syafi'i (Ketua DPW DIY-Jateng Bagian Selatan) dan Ustadz Abdullah Munir (Ketua Yayasan As-Sakinah Yogyakarta).

Acara yang dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai lapisan unit dan masyarakat umum ini terselenggara atas kerjasama Yayasan As-Sakinah Pondok Pesantren Hidayatullah Yogyakarta bersama beberapa instansi di antaranya Lembaga Pendidikan Integral Hidayatullah beserta Komite Sekolah Dan Forsitu, Gerakan Komunitas Keluarga Cerdas ber-Media (KCM), Muslimat Hidayatullah, Pos Da'i, LBH Hidayatullah, BMH, Pandu Hidayatullah, Garda Jogja, Syabab Hidayatullah, HAC (Hidayatullah Archery Club), Manna Catering, HTC Training & Consulting, SAR Hidayatullah, Family Photocopy, dan Sakinah Catering. 


Bertindak sebagai MC, Ustadz Muhammad Rifki Saputra mengawali acara dengan menampilkan hafalan surat Al-Balad dan Mars Pandu Hidayatullah yang dibawakan oleh 21 murid kelas 1 Tahfidz SDIT Hidayatullah Yogyakarta, dilanjutkan sambutan-sambutan. Adapun acara inti Seminar dimoderatori langsung oleh Ustadz Abdullah Munir.

"Jika anak sampai pada tingkat lebih menyukai kegiatan (bermain) menggunakan gadget daripada mengabiskan waktu dengan Anda atau teman-temannya, ini berarti anak Anda sudah sangat memerlukan bantuan untuk keluar dari kecanduan gadget yang mulai menyergapnya sebelum bertambah parah." Papar Ustadz Fauzil.

Lebih lanjut lelaki kelahiran Mojokerto, 29 Desember 1972 ini menegaskan pentingnya orangtua memahamkan kepada putra-putrinya terkait bagaimana menggunakan media dengan bijak (khususnya media sosial/medsos). Tidak cukup hanya memahamkan, akan tetapi harus ditanamkan dan terus didampingi secara berkualitas.

"Anak-anak perlu kita ingatkan betul agar berhati-hati. Ingat, jejak rekam digital itu bahkan dapat berpengaruh hingga kelak ketika ia kuliah maupun setelah bekerja dan menikah. Kehati-hatian yang muncul dari sikap tanggungjawab akan sangat berarti baginya." Lanjut Penulis yang terkenal dengan trilogi Kupinang Engkau dengan Hamdalah itu.

"Marilah kita jadikan keluarga kita sebagai bagian dari Gerakan Komunitas Keluarga yang Cerdas dalam ber-Media. Ini adalah pilihan iman untuk masa depan kita, anak-anak kita, dan sejarah perjuangan kita dalam rangka menjayakan agama dan bangsa." Tambah Ustadz Muhammad Syakir Syafi'i sebagai penguatan dideklarasikannya Gerakan Komunitas KCM ini.


Pada sesi berikutnya, MC mengundang 21 perwakilan dari setiap instansi yang berada di bawah naungan Hidayatullah untuk maju ke panggung, bersama mengikrarkan Deklarasi Gerakan Komunitas Keluarga Cerdas ber-Media. Pembacaan ikrar dipimpin langsung oleh Ustadz Muhammad Syakir Syafi'i yang diikuti oleh seluruh hadirin peserta seminar. Adapun isinya adalah sebagai berikut:

IKRAR DEKLARASI GERAKAN KOMUNITAS KELUARGA CERDAS BERMEDIA (KCM)

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan ini, Kami Komunitas Keluarga Cerdas ber-Media (KCM), menyatakan ikrar sebagai berikut:

1. Bersedia menjadi bagian dari Gerakan Komunitas Keluarga Cerdas ber-Media sesuai dengan strategi dan rambu-rambu yang ditetapkan.

2. Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menggunakan HP/Smartphone/Gadget hanya untuk sesuatu yang bermanfaat dan tidak mengakses konten-konten negatif atau tidak sesuai dengan syariat Islam.

3. Mematikan HP/Smartphone/Gadget pada waktu antara Maghrib dan Isya', serta mengondisikan keluarga pada waktu tersebut untuk membaca al-Quran, belajar, atau aktivitas ibadah lainnya.

4. Memberikan kesempatan kepada anak untuk menggunakan HP/Smartphone/Gadget dengan arahan, pendampingan dan kontrol dari orangtua secara bertanggungjawab (maksimal 30 menit dalam sehari pada hari-hari biasa, atau 2 kali 30 menit dalam sehari pada hari libur).

5. Berupaya untuk setiap hari menyediakan momen kebersamaan positif dengan anak tanpa disertai HP/Smartphone/Gadget.

Demikianlah pernyataan deklarasi ini kami ikrarkan. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah, taufiq dan inayah-Nya kepada kami. Aamiin.

Sleman-Yogyakarta, Jumadil Ula 1440H/ 20 Januari 2019.

Ttd,
Semua Deklarator

Sebagai penutup, seluruh peserta membubuhkan tanda tangan di atas puluhan meter kain putih yang telah disediakan oleh panitia di sisi kanan dan kiri ruang acara. Pembubuhan tanda tangan ini sebagai bentuk penegasan komitmen bersama atas terbentuknya Gerakan Komunitas Keluarga Cerdas ber-Media (KCM).


Akhirul kalam, Alhamdulillah, atas ridha Allah Ta'aala dan dukungan penuh dari berbagai pihak, acara hari ini dapat berjalan dengan lancar dan luar biasa. Jazaakumullaahu khairan kepada segenap para narasumber, segenap panitia, seluruh peserta dan semua pihak yang telah memberi dukungan, yang tertulis maupun tidak. 


Info Murid Baru SDIT HidayatullahKLIK DI SINI SAJA, atau hubungi Thorif 087738219070, 0857-2955-5454
Sebait pantun dibacakan oleh MC menutup perjumpaan yang insya Allah diberkahi Allah, 

**
Ahad pagi cuacanya hujan
Kita seminar bersama rekan
Tekad yang kuat kita azzamkan
Hasil seminar mari laksanakan..
**

Billaahi taufiq wal hidaayah..!


📝💬  KUMPULAN QUOTE PILIHAN 💬📝

"Alangkah banyaknya orang yang sama-sama duduk, tetapi tidak 'duduk bersama'." 
"Ketiadaan gadget tidak sama dengan ketidakmampuan mengendalikan gadget."
"Google hanya akan menampilkan kepada kita konten sesuai dengan kebiasaan berselancar kita."
 "Bukan maling yang membobol tembok rumah kita, tapi tekhnologi." 
            (Ustadz Mohammad Fauzil Adhim)


 "Rumah kita adalah MADRASAH PERTAMA bagi proses kaderisasi anak-anak kita, agar mereka menjadi generasi pelanjut sejarah dan cita-cita perjuangan umat."
 "Jadikan keluarga Anda KELUARGA SURGA" 
            (Ustadz Muhammad Syakir Syafi'i)

Rep & Photo: Ida Nahdhah

YUK IKUTI..! SEMINAR PARENTING & DEKLARASI KELUARGA CERDAS BERMEDIA


www.sdithidayatullah.net | GRATIS UNTUK UMUM. YUUK, SEGERA DAFTAR..!

🎙 SEMINAR DAN DEKLARASI GERAKAN KELUARGA CERDAS BERMEDIA

Bismillahirrahmaanirahiim


Kemajuan teknologi menuntut kita untuk semakin bijak menyikapi segala hal yang ada di zaman milenial ini. Terlebih lagi dalam menggunakan media Sosial.

Rumah adalah madrasah pertama untuk melahirkan generasi rabbani. Jadikan keluarga kita sebagai bagian dari keluarga yang cerdas dalam ber media. Karena menjadi keluarga cerdas dan mulia adalah pilihan.

Mari menjadi bagian dari pioner perubahan demi terwujudnya peradaban Islam di muka bumi ini dengan bersama-sama menggali ilmu dan melahirkan Gerakan yang masif dengan mengedukasi diri serta bagian kecil dari pondasi umat ini, yaitu KELUARGA KITA MASING-MASING :

HADIRILAH..!!

📱 Seminar Parenting
"Gerakan Keluarga Cerdas ber-Media"

Bersama :
👳‍♀ Ustadz Mohammad Fauzil Adhim 
(Penulis Buku, Pakar Parenting dan Konsultan Sekolah Integral Hidayatullah Jogja)

Dilanjutkan :
📜 Deklarasi Gerakan Keluarga Cerdas ber-Media
Bersama :

👳‍♀ Ustadz Muhammad Syakir Syafi'i
(Ketua DPW Hidayatullah DIY- Jateng Bagian Selatan)
👳‍♀ Ustadz Abdullah Munir
(Ketua Yayasan Assakinah Yogyakarta)


Catat hari dan tanggalnya :

📅 Ahad, 20 Januari 2019
⏰ Pukul 08.00 - 11.30 WIB
📌 Tempat :
Gedung Serbaguna Pondok Pesantren Hidayatullah Yogyakarta
🏷 Alamat : Jl. Palagan Tentara Pelajar KM 14,5, Balong, Donoharjo, Ngaglik, Sleman, DIY

https://maps.app.goo.gl/6cb8b

🔖 GRATIS untuk UMUM

🎁 Fasilitas :
Ilmu, Booklet, Snack, Doorprize, teman dan komunitas Keluarga Cerdas ber-Media

SEGERA DAFTAR..!

💵💰 SIAPKAN INFAQ TERBAIK.. 🌹🌹

📘 Pendaftaran untuk UMUM:

👳🏻 Putra :
Thorif 0877 3821 9070
Haris 0856 3651 465

🧕Putri :
Atin 0822 4297 4670
Fita 0857 2955 5164

Komite TK Yaa Bunayya Adakan Seminar Parenting "Mendidik Anak Menuju Mumayyiz"


www.sdithidayatullah.net | Hari Ahad tanggal 3 Rabiul Awal 1440 H atau bertepatan dengan 11 Nopember 2018 Komite TK Yaa Bunayya mengadakan Seminar Parenting bertemakan "Mendidik Anak Menuju Mumayyiz". Seminar ini menghadirkan Ustadz Mohammad Fauzil Adhim selaku pembicara.

Seminar parenting yang dilaksanakan di Ruang Aula Serbaguna Yayasan AsSakinah ini dihadiri sekitar 200 orang peserta. Tadinya acara ini ditujukan untuk para wali, namun ternyata mendapatkan antusias yang luar biasa, terbukti tidak hanya dari wali TK Yaa Bunayya yang hadir namun dari wali SDIT Hidayatullah, Himpaudi Ngaglik, dan juga peserta umum lainnya. 

Dalam sambutannya Ibu Pijar Pertiwi manyampaikan, Komite TK Yaa Bunayya mengapa memilih tema parenting ini diantaranya karena 3 hal, yaitu: 1. Kebutuhan orangtua usia KB/TK; 2. Urgensi menyikapi banyaknya perubahan yang terjadi akibat perkembangan teknologi; 3. Reminder orangtua untuk selalu senantiasa bersikap sesuai tuntunan.

Pembicara yang merupakan pakar parenting yang telah menulis puluhan buku ini menyatakan sudah seharusnya kita kembali kepada agama kita dalam mendidik anak. Jika kita melihat psikologi barat, ternyata banyak sekali pakar-pakar psikologi Barat yang mempunyai banyak teori terkait pendidikan anak maupun tentang perkawinan malah gagal dalam kehidupan keluarga maupun perkawinannya.

Menurut beliau, dalam mendidik anak kita bisa belajar dari kisah Zaid bin Amr bin Tufhail yang dapat kita ambil teladan nya terkait dengan komitmen untuk bersungguh-sungguh mendidik anak dengan baik.

Mumayyiz adalah masa dimana seseorang memiliki tamyiz yaitu saat ia bisa membedakan baik dan buruk,  benar dan salah serta anak ingin menjadi baik.  Seorang anak sampai pada masa ini pada usia 6tahun selambat-lambatnya 7tahun. Mendidik anak hingga ia memiliki tamyiz bersasaran pada pencapaian mukallaf dimana anak memiliki tanggung jawab penuh dan melewati masa remajanya tanpa banyak mengalami krisis identitas. 

Masa sebelum mumayyiz ini anak belajar mengontrol diri,  amarah dan mengenali keinginan dirinya. Sehingga orangtua harus memahami mana kebutuhan anak dan mana keinginan anak, karena tidak semua apa yang diingini anak harus dipenuhi.  Dimasa ini peran orangtua penting untuk meletakkan fondasi iman,  keyakinan dan kemauan yang kuat sehingga setelah mumayyiz,  anak sangat kuat keinginannya untuk meluangkan waktu mengejar yang diimpikannya. 


Lalu bagaimana mendidik anak menuju mumayyiz yang baik? Kuncinya adalah ittaqillah,  yaitu dg takwa yg membawa anak dan keluarga jauh dari siksa neraka.  Caranya adalah dengan :  

1. Tumbuhkan rasa suka,  rasa bangga terhadap Islam dan ajaran-ajarannya. Sebelum mumayyiz anak belum diperintah untuk beribadah (sholat). Jangan memaksa ingin instan hasilnya karena akan berdampak yang kurang bagus dimasa mendatang. 

2. Beri anak bekal pokok yaitu dengan menghidupkan akal.  Perbanyak mendengarkan,  lalu pancing anak dengan pertanyaan dan beri tanggapan (bukan buru-buru memberi sanggahan apalagi menyalahkan).  Pertanyaan diadakan untuk menajamkan alasan atau pemahaman.  Targetnya bukan penjelasan anak tapi memancing anak untuk berpikir.  Ini dilakukan agak kelak menumbuhkan kesungguhan pada apa yang bermanfaat bukan sekedar menuruti passionnya saja.

Lebih lanjut di sesi akhir seminar ini, beliau mengingatkan ketika mendidik anak, jangan meremehkan istilah. Seperti misal dalam memberi istilah kepada anak yang mulai beranjak dewasa, dunia psikologi barat menyebut remaja , yang identik dengan kenakalan , keterombangambingan jiwa. Padahal Rasulullah memanggil dengan sebutan "Syabab" yang artinya pemuda. Jadi disini akan terasa bedanya. Jika anak-anak atau "diistilahi" "remaja" melakukan kesalahan akan dianggap wajar, akan dimaklumi, permakluman keliru yang dibiarkan terus menerus dan si anak ini kuga akan merasa nyaman dengan kekeliruannya. Padahal seharusnya kita mengarahkan ke dalam kebenaran.
Dasarnya 2:104. Jadi gantilah istilah dari "remaja", (mungkin bisa "abg" dengan istilah kata "syabab", "pemuda", mudah-mudahan akan lebih mudah mengarahkan dan tidak ada permakluman yang keliru.

Banyak wali murid merasa antusias dan  mendapatkan banyak ilmu dari acara seminar parenting ini, seperti yang disampaikan oleh Bu Zulfa selaku wali murid yang mempunyai 3  putera dan Puteri di SDIT Hidayatullah."Alhamdulillah acara ini sangat bagus, kalo bisa sering diadakan, karena jarang ada Parenting yang membahas parenting Islami yang dihubungkan dengan Al Qur'an. Dengan ini kita orangtua menjadi lebih bijak mendidik anak sesuai teladan Rasulullah." Tulis Bu Zulfa yang dihubungi reporter lewat media WhatsApp.

Rep: Ayun Afifah