Bagaimana Islam Berbicara Tentang Adab Guru dan Murid?

 




Allah SWT berfirman dalam QS. Ali-Imran ayat 110, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia karena kamu menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, serta beriman kepada Allah.” 

Indonesia mempunyai banyak pulau dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia. Namun, bagaimana saat kita bicara tentang pendidikan? Akhir-akhir ini, banyak sekali fenomena yang sedang terjadi. Salah satunya guru yang di ketapel wali murid dan berakhir di pengadilan. 

Menjawab fenomena antara guru dan murid di era saat ini, adakalanya murid bersikap tidak baik kepada guru dan guru bersikap kurang makruf kepada murid. Orang tua mengacu pada UU pasal 7 tentang diskriminasi anak. Guru juga melegitimasi apa yang dilakukan murid, karena itu termasuk bagian dari pengajaran.

PP No. 74 Tahun 2008 pasal 39 ayat 1 menyebutkan bahwa, “Guru memiliki kebebasan memberikan hukuman kepada peserta didik yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan di tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya. Sanksi tersebut dapat berupa teguran dan atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.”

Peraturan ini muncul, karena sama-sama berangkat dari hak asasi manusia. Yang satu hak asasi anak. Yang satu hak asasi guru. Tapi faktanya, guru itu juga terdzalimi ketika menerapkan tata tertib di sekolah. Lantas, kenapa tata tertib itu dibuat? Kalau guru pun ketika sudah menerapkan peraturan, malah dilaporkan ke orang tua murid lantaran muridnya tidak terima dengan tata tertib itu?

Ya begitulah kalau peraturan itu dibuat oleh manusia. Agama sudah tidak lagi dijadikan sebagai standar dalam suatu perbuatan. Tujuan belajar mengajar itu supaya apa? Supaya “robbi zidni ‘ilma warzuqni fahma.” Supaya diberikan rizki ilmu dan pemahaman. Artinya, kita berharap dengan menuntut ilmu itu agar mendapatkan keberkahan dari Allah. 

Agar semuanya berbuah pahala dan berkah, tentu saja guru dan murid harus punya sikap. Sikap dalam memahami dimana posisi masing-masing. Kalau murid, berarti dia berhadapan dengan guru, tentu saja adab di dalam Islam sangat jelas, bagaimana adab seorang murid kepada guru.

Begitu pun juga adab guru kepada murid. Pertama, murid adalah orang yang lebih muda. Orang yang harusnya disayangi. Guru harus punya rasa tulus yang paling dalam. Guru harus ada penjiwaan untuk mendidik dalam dirinya. Bukan sekedar menjalankan profesi. Kalau sekedar itu, bisa jadi gurunya mudah terpancing emosi.

Kedua, menjadi guru itukan tujuannya mendidik dan mendidik itu butuh proses. Tidak serta merta ketika menghadapi anak nakal lantas dengan cara kekerasan. Jadi harus dengan cara yang bertahap. Bagaimana menasehati kemudian memberikan sanksi ke murid. Tapi sanksi yang masih dalam tanda kutip “layak”. 

Ketiga, menyelami jiwa anak. Artinya, anak yang nakal itu bisa jadi di rumah dalam kondisi yang kurang baik, kurang mendapat perhatian, anak yang broken home, yang memang mereka itu mencari perhatian dengan cara kenakalan seperti itu. 

Keempat, guru harus tau psikologis anak. Bagaimana cara mengatasi anak yang seperti itu. Tidak selamanya anak nakal itu sengaja ingin nakal. Bisa jadi ada latar belakang yang membuat dia melakukan Tindakan seperti itu. 

Oleh karena itu, dalam mengajar guru harus menjiwai penuh bahwa ini adalah aset amal jariyah ketika kita sudah tidak ada nanti. Masalahnya, proses pembelajaran saat ini tidak ada nuansa seperti itu. Karena, orang tua murid merasa membayar mahal di sekolah. Berharap anaknya mendapatkan hasil yang baik dari sekolah. Jadi memang sudah sangat materialistis. Maka dari itu, kedua belah pihak guru dan murid harusnya kembali pada bagaimana Islam menuntun pendidikan. 

Oleh: Nur Zaytun Hasanah, S.Pd, Guru di SD IT Hidayatullah Yogyakarta

Powered by Blogger.