www.sdithidayatullah.net | Sebuah Cerita Pendek (cerpen) karya Najwa Amsal Hayah, Murid kelas 5C SDIT Hidayatullah Yogyakarta. Karya fiksi ini meraih juara 2 dalam lomba menulis yang diadakan di sekolah.
***
“Aisyah bangun! Ayo bangun!”, teriak kak
Asiyah sambil memukuli Aisyah dengan guling.
“Hoaaam...
jam berapa ini Kak? Kok pagi banget banguninnya”, kata Aisyah yang malah
menarik selimut birunya hingga menutupi seluruh tubuhnya.
“Pagi
banget apanya? Sekarang sudah jam lima lebih! Kok masih belum mau bangun juga”
“Ummi.... nih Aisyah gak mau bangun!” Teriak kak Asiyah dari dalam kamar.
“Aisyah, ayo bangun, sudah siang!” sahut Ummi dari dapur. Aisyah
pun segera turun dari tempat tidur, tidak lupa berdoa dan pergi mandi. Selesai mandi, Aisyah segera shalat dan bersiap-siap ke sekolah.
Kak Asiyah kelabakan karena PR super rumitnya yang belum
selesai dikerjakan. Aisyah tertawa kacil
melihat kakaknya itu yang terlihat sangat kerepotan. Aisyah menyiapkan tasnya
yang berwarna biru dan hijau. Aisyah memasukkan banyak keresek dan kertas HVS
ke dalam tasnya yang bergambar tanaman. Tas itu dibelikan Abi saat ia masih
kelas tiga.
“Yuk semua sarapan dulu sama Abi!”, kata Ummi yang ternyata
sudah ada di pintu kamar. Gerakan Ummi memang sangat cepat dan kadang tidak
disadari. Itulah kehebatan seorang Ummi. Wanita nomer wahid yang paling kita
cintai. Wanita yang sudah bersusah payah melahirkan, merawat, dan mendidik
kita. Tetapi tak pernah mengeluh dan terus ada di samping kita. Tak pernah
datang terlambat untuk kita. Dialah UMMI kita.
Aisyah dan keluarganya sudah selesai sarapan. Aisyah dan
kakaknya segera berangkat ke sekolah. “Assalamu’alaikum Ummi, kami berangkat
dulu”, pamit Aisyah dan kak Asiyah sambil mencium tangan Abi dan Ummi.
“Hati
hati di jalan, belajar yang baik, jangan nakal, hormati gurumu, fii
amaanillaah”, nasihat Ummi sambil mengelus kepala kedua putrinya. Apapun
nasihat yang di ucapkan Ummi pasti di akhiri dengan kata fii amaanillaah yang
artinya semoga selalu dalam penjagaan Allah. Ummi tak pernah lupa memberikan
nasihat saat melepas keduanya berangkat sekolah.
Aisyah sudah sampai di kelas tepat lima belas menit sebelum
bel . Jalanan masih penuh dengan genangan air bekas hujan tadi malam.
“Aisyah,
nanti pas istirahat, kumpul di teras depan kelas ya” kata salah seorang sahabat
Aisyah. Ia memakai kaca mata warna merah. Gadis cantik itu bernama Qintan.
“Salam dulu donk kalau mau nyapa” kata Aisyah.
“Hahaha... iya deh,
Assalamualaikum isy” Kata Qintan mengulangi sapaannya yang tadi.
“Wa’alaikumussalaam” jawab Aisyah singkat. “Eh, nanti kita main ke rumahmu ya”,
kata Syifa yang sedari tadi ada di situ. Yups! Syifa adalah salah satu dari
anggota KP3L. Mungkin kalian belum tahu
banyak tentang KP3L. Artinya KP3L itu Kelompok Pecinta, Pelindung, Penyelamat
Lingkungan.
Awalnya Aisyah, Qintan dan Syifa hanya sahabat biasa, tapi
Aisyah mengusulkan agar mereka tidak hanya bersahabat tapi bisa bermanfaat bagi semua orang.
Akhirnya terbentuklah KP3L. Aisyah
sebagai ketua bertugas untuk mengatur KP3L dan membuat kerajinan misalnya
gelang, kalung, dan lain-lain bertema lingkungan bersama kedua sahabatnya, dan
selanjutnya hasil kerajinan itu mereka jual kepada orang orang. Qintan bertugas
sebagai bendaharanya, setelah uang terkumpul, uang akan di simpan oleh Qintan
dan di belanjakan tempat sampah oleh Syifa.
Semua itu tergantung bakat mereka.
Aisyah terampil membuat kerajinan, Qintan pintar berjualan, dan Syifa adalah
yang rumahnya paling dekat dengan toko yang besar. Maklum, di kampung sederhana
itu, hanya ada satu toko yang terbilang besar. Tempat sampah itu akan menjadi
tempat sampah umum di kampung kecil itu .Oh ya, Aisyah dan kedua sahabatnya
juga memunguti sampah yang tercecer setiap mereka jalan kaki. Aisyah memang
sudah suka memunguti sampah sejak berumur enam tahun. Bermula saat pulang dari
tempat potong rambut.
“Oh ya... kreasi kamu
diborong sama paman Zubair lho..!” kata Qintan. Paman Zubair adalah pamannya
Qintan, dialah yang selama ini mengajarkan tentang keajaiban alam, dia sangat
baik dan ramah.
”Kita dapet uang 50.000 dari paman Zubair” kata Qintan.
”Ah,
pasti kamu yang nyuruh, buat apa laki-laki pakai gelang dan kalung” kata Syifa.
“Eh, nanti kita main ke rumahmu ya...” Kata Syifa mengulangi kalimat yang tadi
tidak dijawab oleh Aisyah.
“Kalian kan emang setiap hari main ke rumahku” kata
Aisyah.
“Hahaha iya ya” Kata Syifa sambil tertawa. Tak terasa bel masuk sudah
berdering. Dengan gontai Aisyah duduk di kursinya.
Setelah seharian mengikuti pelajaran, bel pulang yang dinanti-nanti
pun berdering. Semua anak berhamburan keluar kelas. Aisyah dan kedua sahabatnya
pulang bersama. Mereka terus mengobrol sepanjang jalan dan tentu saja sambil
memunguti sampah yang mereka temukan. Akhirnya mereka sampai di perempatan
dimana mereka akan berpisah.
Aisyah melanjutkan perjalanan pulangnya bersama
Kak Asiyah. Merekapun sampai di rumah dan Aisyah segera mandi sore lalu shalat
Ashar. Aisyah membaringkan tubuhnya di kasur birunya. Tak lama kemudian
terdengar suara ketukan. Dan pastinya yang datang adalah Qintan dan Syifa.
Aisyah membukakan pintu rumah, dan seperti dugaan Aisyah, Qintan datang bersama
kakaknya, kak Berlian si sulung. Kalau sama kak Mutiara pasti sejak belum
berangkat juga sudah bertengkar. Kak Berlian sangat mendukung KP3L. Gadis
berusia lima belas tahun yang akrab di panggil
Kak Berli jugalah yang mengusulkan nama KP3L.
Merekapun masuk ke rumah dan mulai berdiskusi. Saat
berdiskusi terdengar suara keras yang membuat seluruh penududuk kampung gentar,
gemetar, dan marah. Terutama para anggota KP3L. Suara yang mengawali
petualangan baru bagi KP3L. Yang membuat
kak Asiyah nyaris meninggal.
“Dor! Dor! Dor!!!” Suara itu terus terdengar di telinga
Aisyah. Membuat telinganya panas. “Hey, suara berisik apa itu?” tanya Abi
sambil keluar rumah. Aisyah dkk pun ikut menyusul. Ternyata warga kampung sudah
banyak yang berkerumun di depan hutan. Ya, kampung kecil itu memang dikelilingi
oleh hutan lebat. Isu-isu tak jelas mulai tersebar.
“Mohon semuanya tenang!”
Teriak Abi membantu para penjaga hutan yang kebingungan bagaimana cara
menenangkan para warga yang sangat ribut. Hening, suasana menjadi hening.
“Apa
yang terjadi sebenarnya?” tanya Abi mewakili rasa penasaran para warga.
“Begini, tadi ada beberapa pemburu yang meminta izin untuk memburu
di hutan ini, dan mereka sudah dapat izin dari pemerintah.” Kata salah satu
penjaga hutan. Suasana kembali ribut. Hingga akhirnya penjaga hutan meminta
mereka untuk pulang ke rumah masing masing. Awalnya semua berjalan normal,
hingga keesokan harinya,semuanya mulai kacau.
“Hewan hewan langka kita di
buru... bersama dengan para burung, dan yang lebih parah, mereka menebangi
pohon pohon secara liar, mereka juga mengotori hutan dan mencemari air sungai.”
Itulah laporan dari kak Salim. Salah satu warga yang aktif bekerja di hutan.
“Huh sudah ku duga, kerjaannya pemburu pasti selalu begini.”
Kata Syifa geram. Saat itu mereka sedang berkumpul di rumah Aisyah. Dan
spontan, Syifa berlari ke luar rumah menuju tempat berburunya para pemburu.
“Dik, maaf, anak kecil tidak boleh masuk.” Kata penjaga hutan mencegah langkah
Syifa.
“Gak bisa, mereka sudah merusak hutan kita, mengambil alam kita.” Kata
Syifa sambil menangis.
“Tidak...! Heiiii, kembali kesini..!!” Itu yang dikatakan penjaga setelah akhirnya
Syifa bisa lolos. Aisyah dan Qintan akhirnya bisa ikut menyusul Syifa setelah
berdebat dengan penjaga hutan.
“Syifa, tunggu, cepet ba...” Kata Qintan. Ucapan
Qintan terhenti karena melihat Syifa sedang berdebat dengan pemburu.
“Lho?
Bukannya anak kecil gak boleh masuk.?” Tanya salah satu pemburu.
“Kenapa bapak
bunuh hewan langka itu?” Tanya Syifa sambil menangis melihat hewan langka itu
sudah terpisah antara kulit, daging, dan tulang.
“Syifa, sudah yuk, kita
pulang.” Bujuk Qintan yang mulai ketakutan.
“Gak boleh!” teriak Syifa sambil
membanting senapan yang ada di sampingnya. Tapi untungnya, senapan itu tidak
rusak.
“Kalau kalian memburu terus harimau ini, maka populasi babi hutan akan
meningkat dan memakan / merusak ladang kami sehingga kami kesusahan untuk
mencari makan. Dan jika kalian mencemari sungai, maka ekosistem sungai akan
terganggu. Ikan ikan akan mati sehingga burung pemakan ikanpun bisa mati.” Jelas Syifa panjang lebar. Tetapi para
pemburu itu malah tertawa lebar.
“Yang dikatakan temanku itu benar! Kalian
tidak bisa begitu saja merusak hutan kami.” Teriak Aisyah.
“Kalau kalian mau
memburu, ya sebutuhnya saja, dan jangan yang langka.” Teriak Qintan yang
akhirnya memberanikan diri. “Dan juga jangan merusak kebersihan lingkungan.”
Teriak Syifa. Tidak... kali ini tidak tertawa, mereka justru mendengarkan.
“Ya,
tapi anak kecil... kita sudah mendapat izin.” Kata salah satu dari mereka.
“Kalian
mendapat izin untuk mengambil seperlunya saja, bukan merusak hutan” Kata
seorang lelaki... dan ya... dialah paman Zubair. “Anak anak, ayo pulang, Ummi
kalian menunggu.” Bisik paman Zubair.
“Tapi...” Syifa masih enggan bergeming.
“Orang orang ini biar paman
yang tangani.” Kata paman Zubair pada Syifa. “Ingat satu hal anak anak, alam
itu seperti kita, mereka punya perasaan, jika di ganggu, maka mereka sendiri
yang akan membalasnya, paman janji, alam pasti akan membalas perbuatan mereka.”
Nasihat paman saat mengantar mereka pulang. Tapi rasa marah masih menghantui
pikiran anggota KP3L. Dan esoknya, strategi mulai di rancang. Perlawanan akan
di lakukan besok lusa.
Ah,
tak terasa hari ini adalah hari perlawanan yang pertama. Mereka di malam hari
mengintai di dekat tempat perkemahan para pemburu. Sebenarnya tadi malam mereka
sudah mulai mengintai tapi belum melawan. Penjagaannya tidak terlalu ketat.
Mereka berusaha untuk membuat jalanan di hutan menjadi berbeda atau mengarah ke
arah yang salah agar para pemburu tersesat. Mereka juga merusak sebagian tenda
sehingga saat bangun tendanya akan rusak. Mereka melakukan semua itu dengan
sangat hati hati. Berusaha tidak meninggalkan jejak sama sekali. Tetapi
tidak... itu hanya berpengaruh sedikit esoknya. Suara tembakan masih terus
terdengar.
Dua
minggu berlalu. Semua cara sudah di lakukan, tinggal melakukan yang puncaknya...
MEMBAKAR SELURUH PERKEMAHAN ITU. Dan entah apakah mereka memikirkan resikonya
atau tidak. Dan hari itupun mereka jalani dengan ke tegangan di malam buta.
“Isy,
minyaknya sudah kamu bawa kan?” Tanya Syifa.
“Iya, nanti kamu bagian nyebarin
ya” Kata Aisyah saat mereka sudah sampai di lokasi.
“Aisyah, Syifa, kalian
yakin?” Tanya Qintan menangis sambil memeluk kedua sahabatnya.
“Yakin, aku
yakin banget, ini yang bisa kita lakukan agar para pemburu itu segera meninggalkan hutan." Jawab Aisyah dengan tegas.
Merekapun saling berpelukan dan mengucapkan yel yel.
“KP3L” Kata Aisyah.
“Kelompok” Ujar Syifa.
“Pe...pe ci... nta” Kata Qintan
tersendat.
“Pelindung” Kata Aisyah.
“Penyelamat” Kata Syifa.
“Lingkungan..!” Kata
mereka bersamaan.
Akhirnya Syifa mulai
menyebarkan minyak di atas dan sekitar tenda.
Mereka tak henti hentinya memanjatkan doa pada Allah. Sambil menelan
ludah, Aisyah mulai menyalakan korek api. Dan dalam hitungan seper sekian detik
tenda itu sudah penuh dengan api. Hijab
Aisyah sedikit terbakar.
“LARIIIIII..!!” Teriak Syifa.
Tapi terlambat. Rupanya para
pemburu itu sudah mengejar mereka. Suara tembakan bersahutan membuat bulu kuduk
merinding. Hujan tiba tiba mengguyur hutan itu. Membuat suasana menjadi semakin
tegang. Bayangan bayangan menyeramkan mulai berdatangan. Bayangan peluru yang
menembus dari punggung hingga ke perut. Bayangan betapa tersiksanya para
tawanan. Dan akhirnya Qintan ambruk. Tak kuat berjalan lagi. Kakinya sudah
berdarah darah akibat kena duri dan sempat kena api. Hujan yang deras
mengakibatkan jalan puang tak lagi terlihat. Sementara para pemburu semakin
mendekat. Suara senapan makin jelas terdengar. Dan saat tak ada kemampuan untuk
berlari lagi... saat hanya bisa pasrah kepada sang pencipta...akhirnya
pertolongan tak terduga itu datang, Ya Allah, akhirnya janjimu datang.
Kak
Asiyah, dia datang dan langsung menggendong Qintan yang sudah pingsan.
Menunjukkan jalan pintas, tapi tiba tiba satu peluru menggores tangan Kak
Asiyah.
“A.........RGHHH” Teriak kak Asiyah. Tapi beruntung, mereka masih bisa
sampai di rumah Aisyah. Hari itu adalah hari terbesar bagi anggota KP3L. Kak
Asiyah dan Qintan dibawa ke rumah sakit. Detik per detiknya takkan ada yang
pernah terlupakan. Dan, saat Aisyah sang ketua mulai menyerah, merasa tak ada
yang mendukungnya, merasa hujan yang tadi malam adalah pertanda akhir
perjuangan KP3L, ternyata salah total! Hujan itu malah pertanda jika alam
mulai berbicara, mulai protes, atas apa yang dilakukan manusia padanya.
Dan, paman Zubair
benar. Paman Zubair tak pernah berbohong. Alam itu berbicara sendiri, Alam itu
membalas sendiri. Keesokan paginya, angin kencang terus menderu, dan
tanah yang kemarin di gunakan untuk perkemahan para pemburu sekarang sudah menjadi gundukan tanah subur bekas di terjang badai besar tadi malam.
Dan hujan itu adalah awalnya.. Bahkan, saking besarnya badai itu, hingga
membuat mayat para pemburu tidak ditemukan. Hanya dengan sekali hembusan nafas,
dengan izin Allah para pemburu itu sudah terkubur didalam tanah...
Paman
Zubair benar, alam
itu seperti kita. Jika di ganggu, maka mereka sendiri yang akan
membalasnya. Alam pasti membalas perbuatan mereka dengan izin Allah.
Alam
akan berbicara sendiri.
Masyaa
Allah.
2 komentar
Baarakallaah.
Selamat ya Nak, teruslah berkarya dengan bimbingan para mu'allim. Gunakanlah penamu untuk berdakwah.
Great blog you haave here