Menjadi Anak Emas
Oleh : M.Thorif*
Anak
emas, hampir dipastikan setiap keluarga, setiap kelas, atau bahkan setiap dusun
ada yang namanya ‘anak emas’. Kalau secara definitif, anak emas adalah anak
yang selalu digadang-gadang, ditimang-timang, atau anak yang selalu dilebihkan
dalam segala hal. Biasanya anak emas ini identik dengan hal-hal yang negatif.
Karena ada istilah anak emas untuk anak yang selalu mendapatkan kasih dan
sayang lebih dari yang lain.
Sebagai
contoh anak emas adalah kisah Nabi Ayub as, karena beliau, menurut
anak-anaknya, lebih menyayangi, lebih mencintai nabi Yusuf dan Bunyamin, maka
anak-anaknya yang lain menjadi iri, akhirnya mereka mencelakai Nabi Yusuf
dengan dibuang di hutan. Mengapa Nabi Ayub lebih mencintai Yusuf dan Bunyamin?
Tentunya ada kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh keduanya.
Oke,
penulis berlepas dari anak emas yang bersifat negatif, mari kita fokus kenapa
seseorang itu mencintai lebih, menyayangi lebih, memberi perhatian lebih kepada
si anak emas. Manusiawi memang, ketika di dalam kelas ada anak yang paling
cantik wajahnya, pasti si cantik akan jadi pusat perhatian oleh guru dan
teman-temannya, ia dijadikan ikon di kelasnya, bahkan pasti ada salah satu atau
lebih guru menjadi si cantik itu sebagai anak emas karena kecantikannya. Mungkin
segala perilaku, model pakaian, model rambut yang dikenakan si cantik akan
menjadi tren di kelasnya. Itulah, dia menjadi anak emas karena rupa wajahnya.
Mungkin
di kelas yang lain ada anak-anak yang selalu nangkring di rangking satu setiap
akhir semester, dan bisa dipastikna juga ada satu atau lebih guru di kelas
tersebut menjadikan dia sebagai anak emas karena kecerdasannya. Si cerdas ini
biasanya tidak menjadi ikon dalam hal apapun di kelasnya, dia hanya terkenal
karena kecerdasannya. Dampaknya memang tidak terlalu besar, karena biasanya si
cerdas ini temannya tidak terlalu banyak. Itulah, dia menjadi anak emas karena
kecerdasannya.
Nah,
kalau ada si cantik tentu juga ada si ganteng bagi laki-laki dan tentu saja ada
si buruk rupa, seseorang yang tidak diberi Allah kelebihan dalam hal
kerupawannya. Tentulah dia menjadi ikon keburukkan di kelasnya, biasanya
teman-temannya akan membuat olok-olok dengan menjodohkan dengannya. Kalau
pernah melakukan hal ini, sepatutnya kita meminta maaf kepada teman kita yang
satu ini, karena tidaklah pantas hal ini dilakukan. Tapi itulah kenyataan, si
buruk rupa akan selalu menjadi bahan ejekkan. Nasib si buruk rupa tidak sebaik
si cantik atau si ganteng, dia menjadi lebih sulit untuk menarik simpatik
guru-gurunya dengan bermodal wajahnya, jadi untuk menjadi anak emas, si buruk
rupa harus menjadi cerdas baru dia bisa menjadi anak emas.
Kalau
ada si cerdas, tentu ada si bodoh. Nah si bodoh ini bisa saja menjadi anak
emas, jika dengan modal yang pertama, cantik atau ganteng. Jika tidak ada, maka
hal yang mustahil untuk menjadi anak emas di kelasnya.
Dari
sekumpulan cerita di atas, anak emas identik dengan kelebihan yang dimiliki.
Jadi mudah saja untuk menjadi anak emas, punyalah nilai lebih dalam hal
kebaikan. Jika yang ada hanya kelebihan keburukkan, maka anak emas sulit
didapatkan.
Nah,
menjadi anak emas harus berprestasi, bukan hanya modal wajah cantik atau rupa
yang ganteng. Berprestasilah, menjadi anak emas.[]*yayan
*)
Penulis adalah Pengampu kelas menulis di SDIT Hidayatullah Yogyakarta
**) SDIT Hidayatullah menerima
pendaftaran murid baru tahun ajaran 2014-2015. Informasi lengkap 087 738 219
070
Post a Comment