Dompet dan Sepatu Rusak

Sebuah Cerita Pendek (cerpen) karya Rizqia Rahmadiani, Murid kelas 4C SD IT Hidayatullah Yogyakarta. Karya ini meraih juara 1 dalam lomba menulis yang diadakan di sekolah tahun 2025.

Khania dan Kina, dua orang kakak beradik yang sudah tidak memiliki orang tua, setiap hari hidup di jalanan dan berjualan kue untuk mencari nafkah.

Pada suatu hari, saat mereka sedang berjualan kue di sebuah halte bus, seorang wanita yang sedang menunggu bus datang mampir untuk membeli kue mereka. Setelah memilih kue yang akan dibeli, beberapa menit kemudian, bus yang ditunggu wanita tersebut pun datang, dan ia segera menaikinya.



Kina melihat dompet berwarna cokelat muda terjatuh di tempat duduk halte yang tadi ditempati wanita tersebut, tepat di bawah tempat duduk. Jaraknya hanya satu meter dari tempat mereka berjualan kue. Kina pun mengambil dompet tersebut dan memberikannya kepada kakaknya, Khania.

“Kak, ada dompet jatuh nih. Mungkin punya ibu yang tadi beli kue kita,” ucap Kina kepada Khania.

“Coba sini, Kakak lihat,” jawab Khania.

Khania pun membuka dompet tersebut, membolak-baliknya, mencari informasi tentang pemilik dompet itu.

“Wah, benar, Kina. Ini foto di KTP-nya, sama persis dengan ibu tadi. Namanya Bu Desi. Uangnya banyak banget, seratus ribuan semua dan banyak sekali.”

Khania langsung menyimpan dompet tersebut dalam tas yang dipakainya untuk menaruh uang hasil jualan.

“Nanti sampai rumah, Kakak hitung dulu uangnya. Tidak enak kalau dihitung di sini, banyak orang,” Khania menjelaskan kepada adiknya, Kina.

***

Siang hari, mereka pun pulang ke rumah karena kue yang dijual sudah habis. Sesampainya di rumah, dengan bergegas, keduanya mengeluarkan dompet dari tas Khania dan segera mengeluarkan uang di dalam dompet untuk dihitung.

“Wah, ada 100 lembar seratus ribuan, Kina. Berarti uang Bu Desi di dompet ada sepuluh juta. Banyak banget,” kata Khania kepada adiknya.

“Kak, hmm, bagaimana kalau kita kembalikan dompetnya ke Bu Desi, tapiii ... kayaknya kalau kita ambil tiga atau empat lembar, Bu Desi tidak akan tahu ya? Kan semuanya ada 100 lembar,” usul Kina.

Khania terdiam dan merenung dalam hati, memikirkan apa yang sebaiknya mereka lakukan terhadap uang itu.

Ambil tidak ya? Soalnya aku dan Kina belum makan seharian ini, lapar, dan kaki kami kesakitan sejak lama karena sepatu kami sudah rusak, bolong di bawah, depan, dan belakangnya,” Khania bergumam sendiri dalam hati.


 Khania masih berunding sendiri dalam hatinya, sambil menatap adiknya dengan kasihan. “Mungkin tidak ada salahnya untuk mengambil uang tersebut tiga lembar saja. Kan ada 100 lembar, jadi seperti tidak ada beda tebal tumpukan uangnya.”

Tapi kemudian Khania teringat nasihat almarhumah ibunya semasa hidup dulu. Ia berpesan, “Jangan sekalipun kalian mencuri, walaupun kita sedang dalam keadaan susah. Jangan pernah mengambil hak orang lain. Orang lain mungkin tidak tahu apa yang kita lakukan, tapi Allah pasti tahu. Allah Maha Tahu. Dan mencuri adalah perbuatan tidak terpuji.”

Lalu, Khania pun tersadar dari lamunannya, kemudian berkata kepada Kina, “Jangan kita ambil uang Bu Desi, Kina. Dulu Ibu menasihati kita untuk tidak boleh mencuri, walaupun kita sedang susah. Kita kembalikan uang Bu Desi semuanya, ya.”

“Coba sini, KTP-nya Bu Desi. Kita lihat alamat rumahnya,” ujar Khania, meminta Kina mengambilkan KTP Bu Desi dari dompet.




“Wah, dekat ternyata. Cuma di perumahan seberang halte tempat kita jualan. Yuk, sekarang saja kita ke rumah Bu Desi, mumpung belum magrib dan tidak hujan,” ajak Khania kepada Kina.

“Ya sudah deh, terserah Kakak saja,” jawab Kina. “Yuk, Kak ....”

“Jalan Edelweis Blok A Nomor 3. Itu, Kak Khania, rumah Bu Desi,” ujar Kina sambil menarik tangan Khania karena sudah melihat nomor rumah yang dituju.

“Asalamualaikum ...,” sapa Khania dan Kina bersamaan.

Wa ‘alaikumus-salam, siapa ya ...?” jawab penghuni rumah. “Loh, bukannya kalian yang berjualan kue di halte itu, ya? Mari masuk,” Bu Desi mengenali kakak beradik itu.

Setelah duduk, Khania langsung saja menjelaskan perihal dompet yang mereka temukan tadi pagi di halte.

“Wah, terima kasih banyak ya, Nak. Seharian ini Ibu sudah khawatir dan bingung, jatuh di mana dompetnya. Untung ada kalian, ya,” jawab Bu Desi. Bu Desi segera melihat isi dompetnya.

“Sama-sama, Bu. Kami senang bisa membantu. Sudah ya, Bu, kami pamit dulu. Sudah mau magrib,” jawab Khania.

“Baiklah, Nak. Sekali lagi Ibu ucapkan terima kasih atas kebaikan kalian,” jawab Bu Desi.

Khania dan Kina langsung keluar dari rumah Bu Desi untuk pulang ke rumah mereka. Sambil kedua kakak beradik itu keluar, Bu Desi memandangi mereka dari atas sampai bawah dan tersenyum terharu.

“Yah, kita tidak dikasih apa-apa, Kak. Padahal tadi aku berharap dikasih sesuatu,” keluh Kina kepada kakaknya.

“Hush, Allah sudah kasih kita pahala, loh, Dik. Apa masih kurang? Apalagi tadi kue kita habis terjual. Ada uang lebih sedikit nih dari keuntungan jualan. Beli ayam krispi, yuk,” Khania membujuk Kina untuk tetap bersyukur.

***

Keesokan paginya, seperti biasa, Khania dan Kina datang ke rumah tetangga yang membuat kue untuk mereka jual di halte setiap hari. Sesampainya di halte, Khania melihat sosok yang sudah dia kenal sebelumnya. Ternyata Bu Desi sudah ada di halte tersebut.

“Hai, Nak, Ibu sudah menunggu dari tadi, loh. Ini Ibu bawakan sesuatu. Kemarin Ibu lihat sepatu kalian sudah rusak. Ini Ibu belikan yang baru, semoga pas ya ukurannya,” sapa Bu Desi.

Kina dengan malu-malu menerima pemberian Bu Desi dan mencoba sepatu yang diberikan, begitu juga dengan Khania.

“Dan ini, sedikit makanan dan uang lima ratus ribu untuk kalian sebagai tanda terima kasih Ibu dan hormat Ibu atas kejujuran kalian. Karena Ibu tahu persis jumlah uang yang ada di dompet, tepat 10 juta, tidak ada yang berkurang. Terima kasih ya atas kejujuran kalian,” sambung Bu Desi lagi.

“Wah, banyak sekali pemberiannya, Bu. Terima kasih, Bu. Kami selalu diajarkan kedua orang tua kami, almarhum, untuk selalu jujur dan tidak boleh mencuri, tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan hak kami,” jawab Khania.

“Alhamdulillah, subhanallah, kalian masih kecil dan sudah tidak punya orang tua, tapi salihah dan jujur sekali. Semoga Allah jaga kalian selalu, ya.”

Setelah Bu Desi pergi, Kina pun mencolek kakaknya sambil tersenyum sekaligus menangis. “Allah Maha Baik, ya, Kak Khania.”




 

Previous Post
Next Post