Cahaya di Balik Kejujuran

www.sdithidayatullah.net | Sebuah Cerita Pendek (cerpen) karya Bisma Lingga Mahardika, Murid kelas 6D SD IT Hidayatullah Yogyakarta. Karya ini meraih juara 3 dalam lomba menulis yang diadakan di sekolah tahun 2025.

Alkisah, di Desa Candimulyo tinggallah seorang remaja bernama Dimas Adiputra. Dimas mempunyai seorang adik bernama Dinda Salsabila Amani. Mereka berdua sudah tidak mempunyai ayah. Almarhum Bapak Widyanto telah meninggal dunia setahun yang lalu. Ibu mereka bernama Siti Aminah, yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh mencuci dan menyetrika baju.


Dimas dan Dinda bersekolah di SD Negeri 1 Candimulyo. Sekarang, Dimas sudah kelas 6, sedangkan adiknya kelas 4. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, Bu Siti selalu mengingatkan anak-anaknya agar menjadi anak yang amanah, jujur, dan suka menolong.

Pada suatu sore, Dimas pulang dari mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya. Dia berjalan terburu-buru karena hari sudah petang menjelang azan magrib. Tiba-tiba, dia tersandung sebuah benda. Setelah dilihatnya, ternyata benda tersebut adalah dompet berwarna cokelat tua. Suara azan mulai terdengar, dompet tersebut langsung dimasukkan Dimas ke dalam tas ranselnya. Sesampainya di rumah, dia menaruh tas ransel di dalam kamarnya dan segera pergi ke masjid yang letaknya tidak jauh dari rumahnya.

Setelah pulang dari masjid, Dimas menuju kamar ibunya yang sedang terbaring lemah di tempat tidur.

“Asalamualaikum, Ibu. Dimas sudah salat Magrib. Sana, Dinda, kamu salat dulu! Aku gantikan menjaga ibu,” kata Dimas.

Dinda bergegas untuk menjalankan salat Magrib. Dimas duduk di samping ibunya sambil memijat kaki ibunya.

“Bu, tadi sepulang mengerjakan tugas, aku menemukan sebuah dompet,” kata Dimas.

Ibu menjawab, “Astagfirullah, kamu harus segera mengembalikannya!”

Dimas membuka dompet tersebut untuk mencari KTP pemiliknya. Saat membuka, terdapat uang ratusan ribu sejumlah 20 lembar.

“Masyaallah, Bu, uangnya banyak sekali,” ujar Dimas.

Ibu berkata, “Coba cari alamatnya di KTP, Dim!”

Tiba-tiba, Dinda masuk dan berkata, “Wah, uang Kakak banyak sekali, bagi dong!”

“Dinda, itu bukan uang Kakak. Kakak menemukan dompet di jalan. Kita harus mengembalikannya kepada pemiliknya,” jawab Dimas.

Akhirnya, Dimas menemukan KTP pemilik dompet tersebut yang bernama Muhammad Farhan, beralamat di Desa Candisari RT 3 RW 15.

Ibu berkata, “Lekas dikembalikan, Dim. Alamatnya tidak jauh dari rumah kita. Kamu naik sepeda saja.”

Dimas lalu berpamitan kepada ibunya untuk mengembalikan dompet tersebut. Hari sudah larut, Dimas dengan cepat mengayuh sepedanya menuju rumah Muhammad Farhan.

Sangat mudah menemukan rumah pemilik dompet karena orang tersebut seorang dokter.

“Asalamualaikum, Mbak. Apakah saya bisa bertemu dengan Pak Dokter?” tanya Dimas pada asisten dokter.

“Bisa, Dik. Tunggu sebentar ya, masih ada pasien di dalam.”

Tak lama kemudian, Pak Dokter telah selesai memeriksa pasien.

Pak Dokter bertanya, “Ada perlu apa, Dik?”

“Bolehkah saya berbicara dengan Pak Dokter di dalam?” jawab Dimas.

Pak Dokter mempersilakan Dimas untuk masuk ke ruang praktiknya.

Dimas menjelaskan apa yang terjadi.

“Apakah benar dompet ini milik Bapak?”

“Alhamdulillah, benar. Ini dompet milik saya, Dik. Terima kasih ya, kamu sudah mengembalikannya,” kata dokter. “Ada banyak barang penting di dompet ini. Kamu anak yang jujur,” kata dokter sambil menjabat tangan Dimas.

“Baik, Pak Dokter. Saya pulang dulu karena hari sudah malam,” kata Dimas.

“Tunggu sebentar, Dik. Ini ada sedikit uang untuk kamu,” kata Pak Dokter.

Dimas pun menjawab, “Terima kasih, Pak Dokter. Mohon maaf, saya tidak bisa menerimanya. Ini sudah kewajiban saya untuk mengembalikan barang yang bukan milik saya kepada pemiliknya.”

Dimas berjalan menuju sepedanya, tetapi ternyata rantai sepedanya putus. Melihat hal tersebut, Pak Dokter bergegas mengambil motornya untuk mengantar Dimas pulang ke rumahnya.

“Dik, ayo naik ke motorku! Saya sudah tidak ada pasien. Saya akan mengantarmu pulang.”


***

“Terima kasih, Pak Dokter, sudah mengantar saya pulang,” kata Dimas sesampainya di rumah.

Pak Dokter menjawab, “Sama-sama, Dik. Oh iya, namamu siapa? Jangan panggil saya Pak Dokter terus. Panggil saja Mas Farhan!”

“Nama saya Dimas, Mas Farhan,” jawab Dimas.

Dokter Farhan segera pamit pulang karena hari sudah semakin malam. Dia berjanji kepada Dimas untuk mengembalikan sepedanya keesokan harinya.

Sepulang sekolah, Dimas terkejut melihat ada sepeda baru berwarna merah di depan rumah. Sepeda tersebut seperti sepeda impiannya selama ini.

Dimas bertanya pada ibu, “Ibu, itu sepeda siapa yang ada di depan rumah?”

Ibu bercerita kepada Dimas bahwa tadi siang, ketika Dimas masih di sekolah, ada seorang bernama Farhan yang mengantarkan sepeda untuk Dimas sebagai tanda terima kasih karena Dimas sudah menjadi anak yang jujur.

Dimas sangat bersyukur kepada Allah Swt. Karena kejujurannya, dia bisa mendapatkan sepeda baru yang selama ini menjadi impiannya.

Inilah yang dinamakan cahaya di balik kejujuran.

 

Previous Post
Next Post