www.sdithidayatullah.net | Sebuah Cerita Pendek (cerpen) karya Ahsan Arma De Putra, Murid kelas 4D SD IT Hidayatullah Yogyakarta. Karya ini meraih juara 2 dalam lomba menulis yang diadakan di sekolah tahun 2025.
Suatu hari, pada hari libur sekolah, seperti biasanya, Nino dan teman-temannya bermain di lapangan desa dekat rumah. Mereka bermain bola sejak setelah subuh. Karena merasa sudah lelah, Nino pun memutuskan untuk pulang ke rumah dan beristirahat.
Sesampainya di rumah, Nino berbaring di ruang keluarga sembari menyalakan kipas angin. Tidak lupa, ia juga menyalakan murotal yang ada di ruangan tersebut. Lantunan murotal membuatnya menikmati setiap ayat yang dibacakan hingga tanpa sadar ia tertidur.
Sesaat kemudian, Nino terbangun ketika dari kejauhan terdengar suara ibu memanggilnya. Ibu meminta tolong kepada Nino untuk membelikan telur di warung Pak Agus yang letaknya tidak jauh dari rumah.
Mendengar permintaan Ibu, Nino langsung bangkit dan berdiri seraya berkata, “Iya, Bu. Siap laksanakan,” sambil menyunggingkan senyum manis di pipinya.
Ibu membawakan Nino uang lima puluh ribu rupiah beserta kantong belanjaan.
Di jalan menuju warung Pak Agus, Nino bertemu dengan teman-temannya yang tampaknya masih betah mengobrol di bawah pohon dekat lapangan. Dari kejauhan, Vano berteriak menyapanya, “Nino, kamu mau ke mana?”
Tidak mau kalah dengan teriakan Vano, Nino pun berteriak menjawab, “Mau ke warung Pak Agus!”
Tingkah mereka yang saling berteriak itu membuat teman-temannya tertawa terkekeh.
Tak lama kemudian, sampailah Nino di warung Pak Agus. Ia segera meletakkan sepedanya dan masuk ke warung.
“Asalamualaikum, Pakde,” sapa Nino.
Dari dalam toko terdengar suara Pak Agus menjawab, “Wa ‘alaikumus-salam, No.”
Mendengar sapaan itu, Nino tersenyum. Ia kemudian menyampaikan keperluannya, yaitu membeli 1 kg telur dan satu bungkus kopi hitam, seraya menyerahkan kantong belanjaan yang dibawanya.
Setelah Pak Agus mengambil barang yang dibutuhkan, beliau menghitung total belanjaan Nino. Ternyata, totalnya adalah tiga puluh tujuh ribu rupiah. Nino pun menyerahkan uang lima puluh ribu rupiah kepada Pak Agus.
Setelah menerima uang kembalian, Nino bergegas pulang tanpa menghitungnya terlebih dahulu. Ia tidak menyadari bahwa uang kembalian yang diberikan Pak Agus ternyata berlebih.
Di jalan, Nino bertemu dengan teman-temannya yang masih berkumpul di pinggir lapangan. Di sana, mereka sedang minum Pop Ice dan makan cilok Mang Ogah yang berjualan di sekitar lapangan.
Vano menawarkan cilok kepada Nino. Nino pun mengambil satu cilok dan memakannya sambil duduk. Tiba-tiba, ia teringat bahwa ia memiliki uang kembalian dan ingin membeli cilok dengan uang tersebut. Ia berpikir untuk memberi tahu ibu bahwa ia mengambil dua ribu rupiah dari uang kembalian untuk membeli cilok.
Namun, saat mengambil uang dari saku celananya, Nino terhenyak dan kaget. Ternyata, uang kembalian yang diberikan Pak Agus kelebihan lima ribu rupiah.
Melihat wajah Nino yang terkejut, Vano pun bertanya, “Ada apa, Nino?”
“Saya kaget. Ternyata uang kembalian yang diberikan Pak Agus kelebihan,” jawab Nino.
Salah satu temannya berkomentar, “Sudahlah, No, enggak apa-apa. Itu rezeki anak saleh. Tidak usah dikembalikan, lebih baik buat jajan cilok saja sama Pop Ice. Segar banget!”
Vano pun ikut menimpali, “Betul, Nino. Mending traktir kita beli cilok, gimana?”
Nino tersenyum mendengar celotehan teman-temannya. Sambil menggeleng dan menirukan gerakan Upin & Ipin, Nino berkata, “Is ... is ... tak patut.”
Sontak, teman-temannya tertawa mendengar jawaban Nino.
Tanpa bermaksud menggurui, Nino mengatakan kepada teman-temannya bahwa ia teringat perkataan ustaz ketika jam halaqah di sekolahnya, uang yang didapat dari cara yang haram tidak akan mendatangkan keberkahan.
Nino menjelaskan seraya bertanya, “Mau berkah, enggak?”
Sontak, teman-temannya bersamaan menjawab, “Mau ...!”
Salah satu temannya pun berkata, “Masyaallah, keren kamu, Nino!”
Nino yang mendengar hal tersebut hanya tersenyum. Ia kemudian pamit kepada teman-temannya untuk mengembalikan kelebihan uang yang dibawanya.
Pak Agus mengucapkan terima kasih kepada Nino dan memuji sikapnya tersebut.
Setelah mengembalikan uang kembalian, Nino bergegas pulang ke rumah. Di jalan, teman-temannya sudah tidak terlihat di lapangan. Dia pun mengayuh sepedanya lebih kencang lagi, khawatir ibu menunggunya.
Sesampainya di rumah, Nino menceritakan kejadian yang dialaminya tadi. Sembari mengusap kepala anaknya, ibu berkata, “Masyaallah, keren sekali anak ibu.”