MENGEJA SYUKUR DALAM KUBANGAN KUFUR

 


📝 Oleh: Ida Nahdhah, Guru Al-Qur'an di SDIT Hidayatullah


Kemarin, aku tertawa

Menangis, tersenyum,  sendawa

Menyesap dan menghela nafas seirama

Bagiku itu biasa saja


Kemarin, aku berpacu

Berlari diiringi kesah ini itu

Inginku rehat terlebih dahulu


Kemarin, aku terpejam

Melepaskan segala lelah merajam

Sedikit enggan beraktivitas siang dan malam


Tapi tunggu, bagaimana bisa aku terlupa? 

Tentang nikmat dari-Nya 

yang selalu datang tanpa pernah salah nama

Tentang ketulusan kasih-Nya 

yang menghampiriku ditiap detik yang ada


Yaa Allaahu.. 

Bagaimana bisa aku melupakan pemberian dan nikmat dari-Mu?

Bagaimana bisa aku lupa untuk terus bersyukur atas apa yang ada padaku?

Bahkan sebenarnya, itu semua hanya kepunyaan-Mu, bukankah begitu?


Ilaahi.. 

Aku hamba yang tak tahu diri

Disaat anak kecil pun pandai berterima kasih saat diberi chiki-chiki,

Lalu aku, apa ini?

Bernafas, lengkap anggota badan ini

Semakin paripurna dengan hadirnya keluarga di sisi 


Ampuni aku, ya Rabb, atas segala alpa

Dan pada-Mu semesta syukur ini kueja

Hamdan wa Syukran laKa yaa Ilaahanaa.. 


"Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari Allah." [Q.S. An Nahl:53] 


🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿


Pagi itu, kunikmati secangkir minuman hangat dari jahe merah dan selembar roti tawar yang dioles coklat pasta. Kulirik sekilas jam hijau di dinding, 06.00, waktunya mandi dan bersiap. Tepat pukul 07.00 seharusnya aku sudah tiba di sekolah. Apalah kata orang nanti, rumah terpaut 5 langkah saja dari gedung 3 lantai itu, tapi aku terlambat? Aku pun bergegas. 

Pukul 07.00. Setelah kupastikan pintu rumah terkunci, kulangkahkan kaki setapak demi setapak hingga tiba di halaman SDIT Hidayatullah Yogyakarta, tempatku mengabdi sejak Juli 2015 silam.

Di sekolah, aku memulai aktifitas seperti biasa. Tak ada yang berbeda, selayaknya rutinitas harian bagiku. Bernafas, tidur, bangun, beribadah, mandi, masak, makan, mengajar, beres-beres rumah, dan lainnya. Tepat di saat aku hendak memulai Kegiatan Belajar dan Mengajar (KBM) online, seorang teman menghampiri ke kelas, 

"Mbak Ida, tripod sekolah ada sama njenengan, nggih?" 

"Nggih, ada di rumah," jawabku. 

Dia melanjutkan, "Bisa saya pinjam, Ustadzah? Mau saya pakai untuk KBM online."

“Oh, Bisa. Sekedap, Nggih. Saya ambilkan dulu di rumah.” Tukasku sambal tersenyum.

 Jujur saja, bibir mudah saja tersenyum palsu, tapi hati manusia tak pandai berbohong. Sayangnya, syaithan berhasil meniupkan dalam dadaku rasa uring-uringan dan kurang ikhlas atas permintaan teman tadi.

'Duuh, kadung sudah siap mau video call, malah harus pulang lagi ngambilin tripod. Harusnya bilang lebih awal. Kemarin, kek.' Aku menggerutu di dalam hati, sebab pembelajaran daring kelompokku baru saja akan kulakukan. 

Meski begitu, tetap saja kuputuskan untuk segera pulang, memenuhi permintaan sang rekan kerja. Kupacu langkah sambil menghela nafas. Meski tak terhitung betapa seringnya aku harus pulang ke rumah untuk mengambil barang-barangku yang tertinggal, tapi entah mengapa kali ini rasanya berat sekali, padahal rumah dinas hanya selemparan batu dari Gedung sekolah. Sambil berlari kencang, aku sedikit mengeluh dan menggerutu di dalam hati. Yah, aku manusia biasa. 

Begitu sampai, aku dibuat kaget oleh suara aneh dari dalam rumah. Dan di sinilah detik dimana aku benar-benar mengeja kata syukur pada Allah di lisan maupun di dalam relung sanubari. 

Suara seperti letupan sesuatu yang terbakar, dari arah dapur. Asap hitam dan bau plastik terbakar memenuhi penciumanku.

Allaahu Rabbiiii! 

Seketika kakiku lemas, tulang belulang seakan melunak. Aku lupa mematikan kompor gas sebelum berangkat ke sekolah. Tadi sehabis mandi, kupanaskan sayur di panci itu. Qodarullaah, aku lupa mematikannya, berlalu begitu saja keluar rumah.

Segera kumatikan kompor, panci kini berubah warna menjadi sekelam arang. Tak perlu lagi ditanya bagaimana rupa sayur santan di dalamnya, menjelma menjadi bongkahan arang pula. Tak mengapa, itu tak penting lagi saat ini. 

Alhamdulillah 

Alhamdulillah 

Alhamdulillaaaaah 

Alhamdulillah ya Allah.. 

Kakiku benar-benar lemas dan tubuh bergetar hebat. Sekitar 5 menit aku terduduk sembari mengatur detak jantung, baru kemudian mengambil tripod dan kembali ke sekolah. 

Lihatlaaah.. Lihatlah wahai diri yang kerdil dan hina. Betapa Allah Maha Baik, lewat perantara rekan kerja yang meminjam tripod, Allah menyelamatkan dari hal yang tidak diinginkan. 

Alhamdulillah 

Alhamdulillah 

Alhamdulillah wasy syukru lillaah. 

Tak eloklah berandai, tapi sepanjang jalan menuju sekolah, aku jadi berandai-andai, bagaimanakah jadinya jika rekanku tadi tak meminjam tripod? Atau bagaimana jika tadi aku akhirnya menolak halus dan enggan pulang ke rumah? Sedangkan jam kepulangan masih lama. Na'udzubillaahi min dzaalik. 

Sesampai di sekolah, kuucapkan terima kasih pada sang rekan kerja, tak lupa kuceritakan perihal kejadian yang kutemui di rumah tadi. Sungguh syukur tak terkira Allah mengingatkanku dengan cara yang paling mudah.Teramat Indah, yang sayangnya hampir terlambat kusadari. 

Sampai kini, masih kueja rasa syukurku pada Sang Maha Rahiim, Allaah Rabbul 'Aalamiin. 

Malu diri ini, betapa mudah menggerutu, begitu mudah menilai sesuatu itu buruk, terlampau gampang berkeluh kesah, tanpa mau menunggu akan indahnya pelangi yang Allah janjikan setelah hujan meresap ke bumi. 

Allah Maha Baik.

Alhamdulillaah..


🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

Powered by Blogger.
close