Oleh
: Subliyanto*
“Sebuah
permainan mula-mula menyenangkan, namun juga berakibat fatal jika sampai
kebablasan” demikian kutipan sebuah syair yang
ditulis oleh Muhammad Habibullah bin Ro’is Ibrahim dalam sebuah kitabnya Tarbiyatus Sibyan yang tertuang dalam
bab adab pergaulan.
Sebuah pengalaman
menarik ketika menangani anak yang sering membuat olah di kelas yang kemudian
saking parahnya oleh wali kelas penanganannya dilempar kepada bagian kemuridan.
Suatu hari ada anak
yang membuat olah hingga membuat temannya menangis. Setelah ditelusuri ternyata
kesalahannya bermula dari sebuah main-main hingga mengakibatkan teman mainnya
merasa sakit dan berderai air mata karena sakit yang dideritanya.
Untuk menghilangkan
rasa takut pada diri anak yang membuat kesalahan tadi, maka sayapun tidak
banyak bertanya. Saya persilahkan dia duduk, kemudian saya sodorkan didepannya
selembar kertas kosong dan alat tulis. Saya minta anak yang membuat kesalahan
tadi untuk menulis cerita tentang kronologi kejadiannya, kemudian dilanjutkan
untuk menulis pernyataan dirinya untuk tidak mengulangi kesalahannya yang
dibuktikan dengan tanda tangan di bawahnya sebagai bentuk kevalidan dari
tulisannya.
Tanpa banyak tanya anak
tersebut mulai menulis dan sayapun meninggalkannya sendirian di ruang
konseling. Beberapa menit kemudian anak itu menyelesaikan tulisannya dan
menanda tangani pernyataan yang dibuatnya kemudian diserahkan kepada saya.
Setelah saya membacanya
ternyata dari cerita yang dituangkan dalam sebuah tulisan, anak tersebut menjabarkan
dengan singakat kronologinya, bahkan seakan hubungan sebab akibatpun tidak terlewatkan
dalam tulisan itu. Tidak hanya itu, anak itu mengakui semua kesalahanya dan
meminta maaf atas semua kesalahnnya, serta siap untuk menerima hukuman untuk
menebus kesalahnnya.
Pembaca yang budiman...
Hal semacam ini memang sering terjadi di dunia anak, karena dunia mereka memang
dunia bermain. Namun tentunya ini juga memerlukan perhatian bagi kita sebagai guru
agar permainan anak-anak bisa terkontrol dan tidak kebablasan yang hingga
akhirnya berakibat fatal. Dan yang tak kalah pentingnya juga adalah bagaimana
kita menangani anak didik kita ketika melakukan kesalahan, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas.
“Aturan
ada karena adanya pelanggaran, semakin bertambah pelanggaran semakin bertambah
pula aturan” demikian kutipan dari salah satu dosen ketika
mengikuti mata kuliah bimbingan konseling di Surabaya (2010).
Jika anak didik kita
melakukan sebuah pelanggaran terhadap sebuah aturan atau tata tertib, maka
tentunya yang berlaku adalah hukuman sesuai dengan kriteria pelanggarannya dan
psikologis anaknya. Jangan sampai kita memberikan hukuman kepada anak didik
kita tanpa ada unsur nilai pendidikannya dan unsur efek jera.
Alangkah bijaknya jika
hukuman yang diberikan kepada anak didik kita adalah sebuah tugas belajar. Bukan
jeweran, gebokan, dkk. Tugas belajar bermacam-macam sesuai dengan kreativitas
guru masing-masing, salah satunya adalah yang dicontohkan penulis di atas.
Dengan pemberian tugas
belajar anak didik kita akan semakin terbuka pikirannya untuk senantiasa
belajar. Tentunya kita harus memberikan arahan dan bimbingan kepada mereka
secara terus menerus, karena masa anak-anak adalah masa pembentukan karakter,
sehingga membutuhkan pembiasaan.
Semoga Allah memberikan
kemudahan kepada kita dalam mendidik anak-anak kita. Wallahu a’lam...[]*yayan
*)
Penulis adalah kabag kemuridan SDIT Hidayatullah Yogyakarta
**)
SDIT Hidayatullah Yogyakarta menerima pendaftaran murid baru tahun ajaran
2014-2015. Informasi lengkap 087 738 219 070 a.n Thorief