Oleh : Dr. Ali Mahmudi
Pada suatu Jumat, seorang guru
memberikan 3 soal kepada anak sebagai tugas akhir pekan. Guru itu menjelaskan
bahwa dua soal pertama sangat sulit, sehingga memerlukan usaha yang keras untuk
menyelesaikannya. Sedangkan soal ketiga jauh lebih sulit daripada dua soal
pertama, sehingga guru merasa cukup puas jika anak telah dapat menunjukkan ide
penyelesaian yang benar. Di akhir penjelasan mengenai tugas ini, seorang anak
masuk ke kelas. Karena terlambat, ia tidak memperoleh penjelasan mengenai tugas
tersebut. Ia hanya mengetahui bahwa tugas akhir pekan tersebut harus
dikumpulkan Senin pekan depan.
Demi maksud untuk memperbaiki nilainya,
anak yang dikenal berkemampuan marginal di kelas ini, berusaha untuk
mengerjakan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Dengan usaha yang sangat gigih,
anak ini pun mampu menyelesaikan dua soal pertama dan dengan usaha yang jauh
lebih keras ia pun dapat menyelesaikan soal ketiga. Meskipun untuk itu ia
hampir menghabiskan akhir pekannya. Selanjutnya ia pun menyerahkan tugas itu ke
guru dan mengatakan bahwa ia memerlukan bantuan belajar lagi karena hanya untuk
menyelesaikan 3 soal saja ia hampir menghabiskan akhir pekannya. Sang guru
begitu terkejut ketika mendapati pekerjaan anak ini yang menurutnya nyaris
sempurna dan menunjukkan proses berpikir kreatif; hal yang tidak ditunjukkan
oleh anak-anak lainnya. Dengan bangga, guru itu pun menunjukkan hasil pekerjaan
anak ini kepada seluruh kelas.
Mencermati kisah di atas, apa yang kita
pikirkan mengenai keberhasilan atau kesuksesan? Apakah kesuksesan hanya
berpihak kepada individu-individu cerdas? Nyatanya terdapat banyak faktor yang
mendukung keberhasilan, termasuk keberhasilan belajar. Faktor-faktor
nonkognitif seperti kegigihan, keyakinan, dan hasrat berprestasi adalah
faktor-faktor penentu keberhasilan. Bahkan, dalam banyak hal, kegigihan dapat
mengalahkan kejeniusan. Benar yang dikatakan Thomas Edison bahwa jika kita
melakukan segala hal yang mampu kita lakukan dengan sungguh-sungguh, maka akan
membuat kagum diri sendiri.
Sebagaimana karakter lainnya, kegigihan
atau ketekunan dapat ditumbuhkan. Dalam pembelajaran, mengembangkan karakter
ini sama pentingnya dengan mengembangkan strategi dan prosedur formal untuk
memahami materi pelajaran. Bahkan mengembangkan karakteri-karakter positif
seperti itu hendaknya juga merupakan salah satu tujuan pembelajaran semua mata
pelajaran. Dalam berbagai kesempatan, guru dapat menekankan bahwa segala
kesuksesan, kebahagiaan, dan prestasi tinggi selalu dikaitkan dengan kerja
keras sepenuh kesungguhan. Anak perlu mengetahui bahwa Allah menghendaki dan
memuliakan orang-orang yang menunjukkan kesungguhan. Misal, dalam QS. Alam
Nasyrah: 7, Allah menegaskan “Maka apabila kamu telah selesai (dari
suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain. Sedangkan dalam dalam Q.S. Thaahaa: 75 Allah SWT menegaskan“Barangsiapa
datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman lagi sungguh-sungguh telah
beramal sholeh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat
yang tinggi (mulia)”.
Kegigihan akan tumbuh pada anak jika
mereka yakin kemampuannya. Anak memiliki keyakinan bila mereka punya pengalaman
keberhasilan. Oleh itu, penting bagi guru untuk memberikan sejumlah soal yang
diperkirakan dapat dikerjakan oleh semua anak khususnya di awal-awal
pembelajaran. Hal ini dapat menumbuhkan keyakinan bahwa mereka mempunyai
kemampuan belajar. Tentu saja, selanjutnya guru harus memberikan soal dengan
tingkat kesulitan yang beragam dan menantang siswa. Memberikan soal yang
semuanya mudah saja sama tidak baiknya dengan memberikan soal yang semuanya
sulit. Soal-soal demikian akan mematikan potensi siswa.
Kegigihan juga akan tumbuh jika siswa
meyakini bahwa terdapat beragam jawab atau cara untuk menyelesaikan suatu soal.
Ketika siswa tidak segera menemukan jawab dari suatu soal, ia tidak segera
menyerah karena ia yakin terdapat alternatif cara lain untuk menemukan jawab
itu. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk membudayakan memberikan soal
terbuka (open-ended problem) yang multijawab atau multicara menemukan
jawab. Soal seperti ”tentukan ukuran sisi-sisi persegi panjang yang luasnya 24
cm2” adalah contoh soal terbuka yang multijawab. Soal terbuka
berpotensi untuk menumbuhkan keyakinan pada diri siswa bahwa selalu terdapat
aternatif cara untuk menyelesaikan soal. Hal ini akan mendorong siswa untuk
gigih menemukan cara atau jawab itu.
Selanjutnya guru perlu membudayakan pemberian penghargaan
atau apresiasi terhadap perilaku gigih yang ditunjukkan siswa. Guru hendaknya
juga memberikan apresiasi terhadap tugas-tugas yang dikerjakan siswa.
Memberikan tugas yang tidak diapresiasi hampir sama jekeknya dengan tidak
memberikan tugas sama sekali. Apa lagi yang dapat menumbuhkan kegigihan anak?
Keteladanan. Guru tidak dapat berharap agar anak didiknya berperilaku gigih
jika ia tidak menunjukkan perilaku serupa. Kegigihan dan sifat-sifat positif
lainnya ibarat virus positif yang dapat menular. Guru yang antusias, semangat,
dan gigih dalam melaksanakan pembelajaran atau membimbing anak didiknya akan
menjadi teladan yang baik bagi anak untuk berperilaku serupa. Memang,
keteladanan adalah kunci membelajarankan segala hal.
>>> Penitipan Murid Baru SDIT Hidayatullah Tahun 2016/2017 BUKA DI SINI
Dr Ali Mahmudi, Dosen Prodi Pendidikan Matematika
Universitas Negeri Yogyakarta
Admin @emthorif