foto by google |
Oleh Jamil
Azzaini
Selalu ada
hal baru saat saya mengambil rapor anak saya. Sebelum berangkat memberikan
training, Jumat pekan lalu, saya ke sekolah Hana (kelas 3 SMP) dan Sabtu ke
sekolah Izul (kelas 6 SD) untuk mengambil rapor. Kesempatan langka ini adalah
moment dimana saya mendapatkan informasi tambahan tentang perkembangan anak
dari sudut pandang seorang guru.
Saya selalu
berusaha bisa mengambil rapor agar dapat bahan tambahan untuk diskusi dengan
anak saya. Saya tidak ingin menjadi ayah “bisu”. Seorang ayah yang
keberadaannya seolah tak ada. Jarang berdiskusi atau ngobrol dengan anak. Saya
berusaha keras untuk selalu punya bahan obrolan dengan anak saya. Salah satunya
melalui kehadiran saya saat pembagian rapor.
Mengapa saya
tidak mau menjadi ayah “bisu?” Di dalam Al-Qur’an terdapat 17 dialog
(berdasarkan tema) antara orang tua dengan anak, tersebar di 9 surat. Dari 17
dialog tersebut, 14 dialog antara ayah dengan anaknya, 2 dialog antara ibu dan
anaknya, 1 dialog antara kedua orang tua dengan anaknya.
Apa pesan
utamanya dari fakta ini? Seharusnyalah seorang ayah lebih banyak berdialog
dengan anak-anaknya dibandingkan anak-anak berdialog dengan ibunya, meski sang
ibu tinggal di rumah dan lebih sering bersama sang anak. Seorang ayah tak boleh
menjadi ayah “bisu”, lebih banyak diam saat bersama anak. Dan jangan sampai,
saat bersuara justru yang ada adalah perintah dan amarah.
Saya pun
tidak mau menjadi ayah “bisu”, yang asyik dengan dunianya sendiri. Seorang ayah
yang sangat jarang punya kesempatan berdialog, diskusi, ngobrol dan bercanda
dengan anak-anaknya. Ayah “bisu” membuat anak kehilangan kepercayaan diri,
kehilangan gairah untuk tinggal di rumah. Jangan heran bila anak-anak lebih
senang curhat di social media dan orang lain, bukan kepada ayahnya.
Bila kita
menjadi ayah “bisu” maka jangan menyesal bila suatu saat nanti anak kita
diterpa banyak masalah. Hubungan yang “dingin” antara ayah dan anak. Atau, sang
anak lebih dekat dengan orang lain yang tidak ada hubungan darah dan keturunan.
Seorang ayah bisa benar-benar kehilangan “mutiara” hidupnya bila ia menjadi
ayah “bisu”.
Ya Allah,
saya tidak mau menjadi ayah “bisu”. Tuntun hamba agar selalu ada bahan untuk
bicara. Beri kemampuan kepada hamba agar putra-putri hamba senang saat bicara
dan bertanya kepada hamba. Berilah hamba energi dan kekuatan untuk selalu punya
kesempatan berharga agar bisa menemani putra-putri hamba tumbuh dewasa menjadi
hamba-Mu yang sangat Engkau cinta. Jauhkan hamba dari menjadi ayah “bisu”.
Dikutip dari www.jamilazzaini.com