PR


Oleh Iin Sulastri

Suatu sore, saya mendapat SMS dari salah seorang wali murid. ”Assalaamu’alaikum. Bu, hari ini tadi ada PR tidak ya? Kalau ada, PR apa? Halaman berapa, bu?” Dengan cepat saya pun menjawab SMS tersebut,  “Ada bu, bahasa Arab halaman 7, sesuai dengan yang diajarkan dan dicontohkan di sekolah hari ini,”.


Di lain hari, saat pengumpulan PR, saya pun berkata pada para murid, “Anak-anak, PR nya dikumpulkan di meja bu guru ya?”.”Ya…Ustadzah,” jawab anak-anak. Tapi di pojok bangku kelas, ada anak yang mengangkat tangannya,“Maaf Ustadzah, saya belum mengerjakan PR karena kemarin tidak belajar,” kata anak itu sambil tertunduk.
PR anak sebenarnya sebuah pekerjaan yang ringan dan sederhana.Tetapi kalau tak tahu rahasianya, ia bisa menjadi pekerjaan yang berat dan sulit.Cerita di atas menggambarkan betapa PR membutuhkan semua kerjasama, orangtua, anak, serta guru di sekolah. Tidak hanya sampai berhenti di sekolah saja, tapi juga berlanjut di rumah untuk memastikan lagi PR tersebut.
Selama ini, PR memang seperti menjadi momok dalam sejarah panjang pendidikan anak. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada kerjasama yang harmonis antara rumah dan sekolah. Kemudian, bagaimana cara kita menciptakan suasana yang renyah supaya PR itu menjadi sederhana dan ringan serta bisa menjadi sarana mengasah IQ anak?
Pertama :Komunikasi dengan guru.  Membuka jendela komunikasi antara orangtua dengan guru diperlukan guna mengetahui informasi pembelajaran yang ada di sekolah.Orangtua harus tahu apakah anak akan mendapatkan PR setiap hari. Orangtua juga harus tahu sejauh mana keterlibatan dalam membantu anak mengerjakan PR sehingga orangtua bias menceritakan kebiasaan anak dalam mengerjakan PR kepada guru.Misalnya anak suka menggambar, maka mungkin saja PR nya ada gambarnya.Hal ini perlu kita tanyakan untuk melihat bagaimana penilaian guru terhadap PR anak.
Kedua, :Menumbuhkan motivasi anak terhadap PR. Ada beragam sikap anak jika dia dapat PR. Ada yang sangat senang jika ada PR sehingga dia bias mengasah kemampuannya. Ada juga yang itu menjadi beban anak. Nah, sebagai pendidik di rumah dan di sekolah harus terus menumbuhkan sikap motivasi yang positif terhadap PR. Bahwa PR itu hal yang sangat mudah dan menyenangkan.
Ketiga :Tumbuhkan dan latih sikap tanggungjawab. Ada orangtua yang cenderung tidak sabar melihat anaknya mengerjakan PR karena anak tidak paham. Ada pula orangtua yang selalu ingin instan dengan mengerjakan PR anaknya biar cepat selesai. Hal tersebut sama-sama tidak baik karena tidak memberi contoh tentang tanggungjawab yang baik. Orangtua harus selalu sabar, memberikan pengertian, menemani, menjawab pertanyaan anak, memotivasi,dan memberi teladan tentang tanggungjawab dalam mengerjakan PR.
Keempat :Pahami gaya belajar anak. Orangtua harus membicarakan dan menerima ide dari anak tentang kapan dia mengerjakan PR (habis makan, selesai bermain, selesai shalat, atau waktu yang lainnya), serta di mana mengerjakan PR (di kamar, di ruang tamu, atau di teras rumah).Orangtua juga harus konsisten pada jam belajar anak. Anak tidak diperbolehkan menonton televisi atau bermain sambil mengerjakan PR. Matikan televisi dan singkirkan alat permainan saat anak sedang mengerjakan PR.
Kelima :Jadikan PR sebagai sarana mengasah IQ anak. Manusia diciptakan oleh AllahTa’ala dengan segala kesempurnaannya.Orangtua harus memahami dan meyakini bahwa anak adalah anugerah yang paling indah yang diberikan Rabb kepada hamba-Nya yang  mempunyai kelebihan dan kekurangan.Setiap anak mempunyai bakat dan kecerdasan. PR merupakan sarana mengasah sejauh mana kemampuan anak dalam menyelesaikan materi yang telah diajarkan di sekolah. Apakah dia sudah tuntas atau paham pada materi itu atau belum. Sehingga nantinya orangtua dan sekolah bias menilai dan melakukan langkah-langkah preventif untuk membimbing anak untuk lebih baik lagi.||

Iin Sulastri
Pendidik di SDIT Hidayatullah, Sleman, Yogyakarta
foto tribunnews.com
Powered by Blogger.
close