Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Ada tiga hal penting dalam mendidik anak. Ketiganya merupakan sifat terpuji, bukan hanya dalam mendidik anak. Yang pertama adalah kelembutan atau rifq. Apa itu rifq? Sikap yang ramah, bersahabat, lembut, santun ketika melakukan muamalah dengan orang lain, termasuk ketika orangtua berhubungan dengan anak dalam kehidupan sehari-hari.
Ar-Rifq (الرفق) itu diperlukan bukan hanya dalam suasana gembira atau menyampaikan nasehat. Bahkan saat memberikan hukuman maupun konsekuensi kepada anak pun, tetap diperlukan sikap rifq. Dengan itu anak merasakan bahwa orangtua menyayangi dia, bahkan di saat menghukum. Hilangnya rifq, meskipun dalam keadaan sedang memenuhi keinginan anak, menjadikan anak sulit merasakan cinta orangtua kepadanya. Ia tidak yakin orangtua peduli kepadanya. Padahal merasa dicintai merupakan awal tumbuhnya rasa hormat dalam diri anak kepada orangtua.
Sesungguhnya besarnya rasa hormat mendorong anak untuk taat, meskipun orangtua tidak sedang berada di hadapannya. Sangat berbeda ketaatan yang muncul karena anak tidak berdaya menghadapi orangtua dengan ketaatan yang tumbuh dari rasa hormat. Jika anak taat semata karena takut kepada orangtua, maka ketika kendali maupun pengawasan orangtua melemah, ketaatan anak pun akan melemah.
Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Ramah-Lembut (Rafiq). Dan Allah Ar-Rafiq mencintai kelembutan. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ ، وَيَعْطِي عَلَى الرِّفْقَ مَا لاَ يَعْطِي عَلَى الْعُنْفِ ، وَمَا لاَ يَعْطِي عَلَى سِوَاهُ
“Sesungguhnya Allah itu Rafiq (Maha Lembut) dan mencintai rifq (kelembutan, keramahan), Dia memberikan kepada lemah-lembut (rifq) apa-apa yang tidak diberikan pada sikap ‘anaf (kasar-keras), dan tidak pula Dia memberikan pada yang selainnya.” (HR. Muslim).
Lemah lembut bukanlah penghalang untuk bersikap tegas. Justru sebaliknya, kelembutan itu diperlukan saat bersikap tegas agar anak merasakan bahwa aturan ditegakkan sebagai bentuk konsistensi orangtua. Semua itu untuk kebaikan anak. Bukan karena orangtua seenaknya sendiri atau pun karena orangtua tidak suka kepada anak.
Lembut dan tegas bukanlah dua hal yang bertentangan. Bahkan kelembutan itu bukan lawan dari sikap keras sejauh sikap keras itu tepat takarannya, benar alasannya. Kelembutan yang tidak disertai ketegasan adalah kelemahan. Ini yang menjadikan anak sulit belajar untuk bersikap konsisten. Sikap keras dalam hal prinsip yang ditegakkan dengan kelembutan memudahkan orangtua menempa mental anak.
Tengoklah tuas persneling sebagian mobil mewah. Sangat lembut di tangan, tetapi bukan tidak keras. Tuas persneling akan kehilangan fungsinya apabila tidak keras. Kita tidak dapat melakukan pergantian gigi dengan baik.
Kelembutan tidak dapat bertemu dengan sikap kasar. Sebagian orang menghimpun dua keburukan; ia kasar dan pada saat yang sama lemah. Kasar saat memberi, kasar pula saat menolak permintaan anak. Ia kasar saat memerintah, bertutur dengannya menggunakan fazhzhan (kasar kata, keras ucapan); kasar pula saat melarang. Bersuara kepada anak pun menggunakan seburuk-buruk suara –suara keledai—yakni ia berbicara serupa keledai yang melengking tiba-tiba dan tak enak didengar. Tetapi ketika anak bersikeras tidak menuruti, atau anak merengek merajuk, orangtua segera mengalah. Inilah bentuk sikap yang lemah itu.
Maka benarlah, kunci segala kebaikan itu terletak pada kelembutan. Saat menegakkan aturan dengan bersikap tegas atau pun tatkala memberi apa yang disukai anak, kita perlu bersikap lembut kepada mereka. Hilangnya kelembutan saat mendidik akan menghilangkan segenap kebaikan, meskipun ketika itu kita sedang mengajarkan agama.
Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُحْرَمُ الرِّفْقَ ، يُحْرَمُ الْخَيْرَ كُلَّهُ
“Barangsiapa yang diharamkan baginya rifq, diharamkan baginya kebaikan seluruhya”. (HR. Muslim).
Semoga Allah Ta’ala karuniai kita kelembutan dan jauhkan kita dari sikap kasar lagi keji. Sesungguhnya tidaklah kelembutan
Dari beliau (‘Aisyah) radhiyallahu ‘anha juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ ، وَإِيَّاكَ وَالْعُنْفِ ، وَالْفَحْشِ ، إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِيْ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ ، وَلاَ يَنْزِعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Wajib bagimu untuk berbuat lemah lembut, berhati-hatilah dari sikap ‘anaf (keras dan kasar), sesungguhnya tidaklah sikap lemah lembut ada pada suatu perkara kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, melainkan akan memburukkan perkara tersebut”. (HR. Muslim).
Tenang, Tidak Reaktif
Hal penting lainnya dalam mendidik anak adalah sikap al-hilm (الحلم) dan al-‘anah (الأناة). Al-hilm adalah sikap tenang dan lembut berupa kemampuan yang bagus dalam mengendalikan diri. Ia menguasai dirinya bahkan ketika sedang marah, sehingga tidak tergesa-gesa bereaksi. Ketenangan itu menjadikannya mampu memilih tindakan yang terbaik dan paling membawa kemaslahatan. Ini sulit didapatkan ketika orangtua bersikap reaktif, bahkan impulsif, saat menghadapi kesalahan anak sehingga tindakannya cenderung tidak terukur.
Adakalanya anak datang mengadukan masalahnya, bukan untuk mencari jalan keluar, tetapi untuk meringankan beban emosinya karena ada tempat untuk berbagi. Ia bercerita untuk memperoleh dukungan emosi maupun sosial dari orangtua. Tetapi manakala orangtua kehilangan hilm, ia dapat kehilangan ketenangan. Di saat seharusnya masih mendengarkan anak dengan penuh perhatian, ia sudah tergesa-gesa memberi nasehat panjang. Bukan tak baik kita memberi nasehat, bahkan sangat baik, tetapi perlu sabar dan penuh kasih-sayang.
Adapun ‘anah adalah sikap berhati-hati, tidak tergesa-gesa menentukan sikap kecuali setelah sangat jelas duduk permasalahannya. Ia baru mengambil keputusan setelah memperoleh pengetahuan yang mencukupi dan memadai. Perlu tabayyun ketika belum jelas baginya suatu persoalan, dan kadang harus disertai dengan tatsabbut, yakni memastikan maksud dari suatu tindakan maupun ucapan.
Baik hilm maupun ‘anah, keduanya diperlukan untuk dapat menegakkan kelembutan (rifq) dalam mengasuh anak.
Kepada Allah Ta’ala saya memohon karunia rifq, hilm dan ‘anah bagi diri saya, istri saya dan keturunan saya serta kita semua. Semoga Allah Ta’ala baguskan keturunan kita dan memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang shalih lagi bersih.
Catatan:
Tulisan ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul "Lembut tapi Tak Mendidik". Artikel yang dimuat di majalah Hidayatullah bulan ini, November 2017 lebih menitikberatkan pada pembahasan mengenai kelembutan yang terkandung dalam istilah ar-rifq. Insya Allah tulisan berikutnya mengenai al-hilm yang berdekatan juga maknanya dengan kelembutan akan menyusul. Setelah itu, kita akan berbincang tentang al-anah. Ketiganya penting untuk menegakkan sikap dengan tepat dalam mendidik anak. Semoga Allah Ta'ala karuniai sifat tersebut.
Tulisan ini saya posting untuk memenuhi harapan Saudara kita Helda Mustika dan banyak pembaca lainnya yang meminta saya menulis lanjutan pembahasan tentang kelembutan serta menampilkannya di media sosial. Juga kepada peserta kajian rutin tentang parenting tiap Selasa sore di Masjid Nurul Ashri, Yogyakarta. Semoga bermanfaat dan barakah.
Penulis : Mohammad Fauzil Adhim, S.Psi., Penulis Buku-buku Parenting