The Spirit of Smile



Oleh : Mahmud Thorief*
“Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah.” Begitu kurang lebih arti sebuah Hadist Nabi Muhammad Shalallahu ’alaihi wassalam. Siapa sih yang tidak senang, tidak bahagia, tidak tersanjung saat bertemu dengan saudara, baik kandung atau bukan, saat mereka di sambut dengan senyuman? Hati akan terasa nyees, saat sebuah senyuman tulus mengawali sebuah perjumpaan. Suasana akan bisa menjadi cair dan hangat saat sebuah senyuman mengawali perjumpaan.

Itulah kekuatan senyuman, maka tidak salah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam, senyum itu sedekah, sedekah bisa diartikan peduli, membagi kebahagiaan kepada orang lain. Iya, senyum memberikan suasana bahagia hati kita kepada orang lain. Siapa yang tidak merasa senang saat diberi kebahagiaan?

Untuk membentuk wajah kita tersenyum, kata para ahli membutuhkan sedikit urat dibanding dengan membentuk wajah kita terlihat marah sehingga terlihat wajah kita menjadi merah padam. Saat tersenyum wajah begitu damai dilihat, begitu enak dipandang, bahkan bisa meluluhlantakkan hati. Di balik senyuman ada tersimpan banyak kekuatan. Saat tersenyum, duka yang kita simpan di hati akan sedikit terobati, berbeda dengan saat cemberut, tentunya dukanya akan semakin bertambah-tambah.

Kekuatan senyum dalam keluarga
Murah senyum sangat baik dalam membangun hubungan keluarga, seulas senyuman tulus akan membuat hubungan rumah tangga menjadi harmonis. Saat seorang suami dimintai tolong oleh sang istri dengan lembut dan senyum akan sangat berbeda saat memintanya dengan tutur kata kasar dan cemberut. Saat orang tua meminta pertolongan kepada anak-anak dengan senyuman, suasana hati anakpun akan ‘tersetrum’ mengikuti hati orang tua. Sangat jauh berbeda saat orang tua menyuruhnya dengan bentakan, memang menuruti perintah, tapi pasti hati sang anak akan terselip sebuah luka, yang entah bisa sembuh atau akan terbawa selamanya.

Iya, senyum dalam keluarga akan membawa kekuatan. Berikan senyum tulus kepada anak istri kita, kepada suami Anda, kepada kakek nenek kita, dan kepada saudara-saudara kita semua.

Kekuatan senyum di sekolah
Tidak dipungkiri lagi, guru adalah orang tua pengganti anak-anak saat di sekolah. Anak-anak harus menurut gurunya. Yang namanya anak-anak biasanya akan niteni siapa guru yang ‘galak’ dan siapa guru yang tidak galak. Teringat dahulu, tahun 80 an saat penulis masih usia SD, saat diajar oleh guru yang memang terkenal galak, suasana kelas begitu tegang, walaupun sang guru tidak mungkin mengeluarkan kegalakkannya jika tidak ada sebab. Ternyata terkenal galak saja sudah bisa menegangkan suasana. Yang disenangi anak-anak tentunya guru yang ‘tidak galak’ dalam artian, guru tersebut tidak pernah marah kepada anak-anak, atau bahkan cenderung melindungi anak-anak.

Yang menjadi perbincangan hangat adalah saat guru tidak galak, maka anak-anak menjadi melonjak, anak-anak akan berbuat ‘semau gue’ terhadap gurunya, sehingga mereka begitu enggan menuruti gurunya. Sehingga ada guru yang harus menjaga jarak agar tidak terlalu akrab dengan anak didiknya, ada guru yang harus selalu menampakkan muka garang di hadapan murid-muridnya. Tidak ada yang salah, semua itu adalah cara atau metode saja yang terus berkembang dan akan berkembang.

Memang untuk membentuk guru berwibawa tidaklah mudah, saat seorang guru diam saja ketika murid-muridnya tidak menghiraukannya, maka biasanya selamanya murid akan berbuat seperti ini. Longgar dalam menerapkan aturan, itu biasanya yang sangat disukai anak-anak. Saat menjadi murid suasana hati menjadi tidak enak saat mendapati guru yang tegas dan selalu memperhatikan aturan. Sehingga di kalangan anak-anak akan terbentuk opini bahkan julukan pada gurunya masing-masing.

Menurut penulis, memang untuk membentuk pribadi anak-anak yang disiplin perlu ditegakkan disiplin kuat. Jadi seorang guru harus bisa menyesuaikan kapan dia harus marah dan kapan harus tersenyum manis. Sudah tentu dengan pola ini anak-anak tidak mudah ‘mempermainkan’ gurunya.

Lho kok belum cerita kekuatan senyum di sekolah sedikitpun? Saat seorang guru mampu menyesuaikan kapan dia marah dan senyum inilah kekuatannya.

Kekuatan senyum di lingkungan
Karena masyarakat adalah kumpulan keluarga sehingga membentuk lingkungan RT, RW, dusun, atau bahkan desa, maka wajar kalau senyum ini juga akan memperbaiki hubungan manusia dengan manusia lain, hubungan keluarga satu dengan tetangganya.

Pastinya, saat hubungan dalam keluarga sudah harmonis, otomatis hubungan dengan tetangga akan lebih harmonis. Walau mungkin dalam hubungan sosial banyak sekali perbedaan yang tidak bisa diterima antara keluarga satu dengan yang lainnya. Karena perbedaan ini wajar adanya. Nah, sikapilah perbedaan yang ada dengan senyuman.

Senyum seperti apa? Lagi-lagi kita melihat norma atau aturan yang ada dalam sebuah lingkungan tempat tinggal. Saat kita dapati anak-anak muda minum minuman keras apakah kita juga tersenyum? Tentunya tidak, kita bahkan dianjurkan marah. Saat kita dapati anak-anak muda gemar ke masjid apakah kita marah? Oh... tidak, tentu kita akan memberikan seutas senyum manis kita.

Itulah, dalam lingkunganpun kita harus bisa membedakan mana kekuatan senyum yang harus diberikan dan mana senyum yang tidak diberikan. Wallahu a’lam. []*yayan

*) Penulis adalah Redaktur Majalah Fahma, Majalah Pendidikan Orang Tua dan Guru, Cerdas di Rumah Cerdas di Sekolah, Fans Page Majalah Fahma, twitter @majalahfahma.
**) SDIT Hidayatullah menerima pendaftaran murid baru tahun ajaran 2014-2015. Informasi lengkap 087 738 219 070 a.n Thorief
Powered by Blogger.
close