Memahami Karakter Anak



Oleh : Subliyanto*
Ada sebuah pernyataan yang cukup menarik ketika sedang bincang-bincang seputar pendidikan. Dalam sebuah perbincangan tentang pendidikan seorang sahabat berkata “Anak-anak tetaplah anak-anak, yang harus mengerti adalah yang punya anak”. Sekilas pernyataan itu nampak apatis terhadap perilaku anak. Namun setelah penulis resapi, mungkin pernyataan itu benar. Berikut hasil analisis penulis terhadap pernyataan tersebut.


“Anak-anak tetaplah anak-anak, yang harus mengerti adalah yang punya anak” Artinya adalah seorang anak tidak bisa di paksakan memahami kita seperti layaknya orang dewasa, karena alam mereka berbeda dengan kita. Mereka memang harus melewati dan menikmati masa keanak-anakannya sebelum masuk masa dewasa. 

Dengan demikian kalau di rumah yang harus mengerti adalah orang tuanya, sedangkan di sekolah yang harus mengerti adalah gurunya. Namun antara orang tua dan guru juga perlu bekerja sama secara berkesinambungan untuk mencapai tujuan pendidikan secara sempurna.

Pernyataan tersebut erat kaitannya dengan sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa “belajar adalah seni dan mengajar adalah seni tersendiri”. Sehingga hemat penulis dua pernyataan tersebut ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

“Belajar adalah seni dan mengajar adalah seni tersendiri”. Yang artinya bahwa seorang guru harus mempunyai kemampuan yang mumpuni dalam segala hal dalam mendidik. Karena fungsi utama guru adalah bagimana bisa mendampingi, membimbing serta memberi arahan kapada peserta didik dalam menggali potensi yang dimilikinya.

Sehingga seorang guru harus paham betul jiwa masing-masing anak untuk memudahkan guru dalam melakukan pendekatan kepada anak. Bukan justru memaksakan kehendak guru pada peserta didik, karena setiap peserta didik mempunyai gaya belajar masing-masing.

Kalau hal tersebut dipaksakan maka yang terjadi pada peserta didik adalah munculnya perasaan takut dan minder, karena selau dihantui oleh yang namanya hukuman. Dan ingatlah bahwa ditakuti lebih berbahaya, karena bisa jadi mereka takut di depan kita akan tetapi kita lihat apa yang terjadi di belakang kita. 

Nah ketika anak sudah merasa takut dan minder maka lenyaplah potensi-potensi yang ada. Potensi-potensi yang seharusnya digali dan dikembangkan malah dilenyapkan. Cara mendidik yang seperti inilah yang akan berakibat fatal pada anak.

Oleh karena itu kita sebagai pendidik, marilah kita sama-sama mengamati dan memahmi betul karakter peserta didik kita satu persatu, potensi apa yang mereka miliki? Gaya belajar apa yang mereka senangi? Sehingga dari situlah kita akan menemukan berbagai macam metode untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada mereka. Jangan paksakan mereka untuk selalu selalu dan selalu harus mengikuti kehendak kita walaupun apa yang kita kehendaki itu benar, akan tetapi mungkin caranya kurang benar sehingga sulit untuk diterima. Wallahu a’lam []*yayan

*Penulis adalah Pemerhati pendidikan dan pengampu program mulazzamah SDIT Hidayatullah Yogyakarta
**SDIT Hidayatullah Yogyakarta menerima pendaftaran murid baru tahun ajaran 2014-2015. Informasi lengkap 087 738 219 070
Powered by Blogger.
close